inspirasi

inspirasi

Friday 16 October 2015

Keindahan Adalah Kumpulan Perbedaan

"Keindahan itu baru indah karena ada perbedaan"
"Keindahan baru ada karena perbedaan"
Kamu mungkin akan bingung dengan dua pernyataan saya di atas. Apa hubungan keindahan dengan perbedaan? Kenapa keindahan baru ada, terwujud, nyata, ketika ada perbedaan? Supaya kamu tidak tambah bingung, saya akan contohkan beberapa "keindahan" yang sebenarnya baru disebut indah ketika di dalam "keindahan" itu ada perbedaan.

Contoh pertama: Keindahan di puncak gunung.
Bagi yang pernah naik gunung dan menikmati keindahan di puncak gunung pasti akan menyadari, keindahan yang kita rasakan itu dampak dari kumpulan berbagai perbedaan. Ada kumpulan awan, dataran luas, pepohonan, milyaran bintang, hembusan angin, dan fenomena-fenomena lainnya yang memberikan makna "indah" bagi kita. Coba bayangkan kalau pas di puncak gunung, yang ada di sekitar kita hanya puncak gunung dan hamparan kosong tanpa wujud apapun. Mungkin kita akan menyesal berusaha mendaki ke puncak gunung itu. Maka bisa disimpulkan, keindahan di puncak gunung yang kita lihat dan rasakan merupakan kumpulan dari berbagai perbedaan.

Contoh kedua: Indahnya kebersamaan dalam keluarga.
Tentu keluarga juga memiliki keindahan yang khas. Kita pasti sangat menikmati indahnya kehidupan dalam keluarga. Keindahan itu terwujud karena ada ayah, ibu dan anak-anak yang memiliki karakter yang berbeda namun tetap saling menyayangi. Tapi coba bayangkan jika setiap individu di dalam keluarga memiliki karakter yang sama persis seperti pinang di belah dua. Yang terjadi hanya hubungan yang hambar, monoton, dan datar. Bahkan sepasang anak kembar pun memiliki perbedaan. Maka jelaslah, indahnya kebersamaan dalam keluarga juga baru nyata ketika setiap individu di dalam keluarga memiliki perbedaan dan ciri khas masing-masing.

Dari dua contoh di atas saja, seharusnya kita bisa sepakat kalau segala macam keindahan baik itu antara manusia dengan manusia, alam dengan manusia, manusia dengan masyarakat, dan lain sebagainya, baru bisa dimaknai "indah" ketika di dalam setiap hubungan tersebut terdapat perbedaan yang khas dari masing-masing personal. Perbedaan dapat juga kita asosiasikan dengan keberagaman. 

Maka saya sampai ke sebuah kesimpulan bahwa:
"Keindahan Adalah Sekumpulan Perbedaan / Keberagaman"
Bagaimana jika kita ternyata tidak sadar bahwa keindahan itu adalah sekumpulan perbedaan / keberagaman? Bagaimana pula jika yang ada justru penyeragaman? Bagaimana jika tidak ada lagi perbedaan? 

Kondisi yang ada sekarang ini di sekitar kita memang menunjukkan kesan di atas. Di dalam hubungan antar manusia dan masyarakat, terlihat adanya upaya merusak semangat keberagaman. Beberapa pihak berusaha menyeragamkan perbedaan di daerahnya. Perbedaan ragam: suku, agama, ras, dan golongan diredam, diganti dengan kesamaan ragam yang mematikan kekhasan manusia. 

Dalam hubungan manusia dengan alam, upaya penyeragaman pun terjadi. Dan untuk hal ini, kembali manusia menjadi aktor perusaknya. Alam dan segala isinya dibabat, dirusak, dan diganti dengan keseragaman yang tidak memperhatikan faktor keindahan. Perkebunan sawit yang tidak memperhatikan keberlanjutan lingkungan, penangkapan ikan dengan pukat harimau, dan lain sebagainya.

Jika kita biarkan, maka:
"Keberagaman Sirna, Keindahan Tiada"
Maukah kita kehilangan makna keindahan? Hanya merasakan hal yang hambar, datar, monoton, dan tawar. Tidak ada tawa, emosi, keunikan, dan lainnya?

Mari kita jaga, rawat, lestarikan, dan kembangkan perbedaan. Tentu perbedaan yang membangun dan memberikan manfaat positif bagi setiap individunya.  Kita menjadi duta-duta pembawa damai, menunjukkan bahwa keindahan itu ada karena perbedaan, oleh karena itu perbedaan harus kita rawat sebaik-baiknya demi kebaikan bersama. Ya, kita harus memaknai, bahwasanya:
"Perbedaan Itu Indah"

Thursday 15 October 2015

Toleransi, Jangan Reaktif

Seorang terpelajar harus sudah berlaku adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan -Pram-

Sejak kemarin berusaha menahan diri untuk berkomentar tentang peristiwa yang saat ini sedang terjadi di Singkil, Aceh. Masih belum hilang ingatan peristiwa beberapa bulan lalu, saat Tolikara juga mengalami nasib yang kurang lebih serupa.

Teringat, waktu itu dalam beberapa jam saja setelah peristiwa, beberapa teman kampus dan rekan aktivis yang beragama Muslim dengan sigap langsung membuat status, mempertanyakan tentang toleransi, Pancasila, dan lainnya sembari memaki para pelaku pembakaran di Tolikara. Dengan sigap pula waktu itu aku menunjukkan solidaritas, begitu juga rekan-rekan non Muslim lainnya, menunjukkan sikap bahwa apa yang terjadi di Tolikara kali itu bukanlah cerminan ke-Indonesiaan kita, dan masih lebih banyak masyarakat yang peduli kedamaian dan kebersamaan dalam perbedaan.

Belajar dari kejadian itu, untuk kali ini aku berusaha tidak reaktif dan menahan diri, sembari percaya, sahabat-sahabatku dari kampus dan rekan aktivis yang waktu itu mempertanyakan tentang Pancasila, toleransi, dan lainnya akan kembali bersuara dan menunjukkan solidaritasnya. Bersyukur ada banyak sahabat yang menunjukkan sikapnya, bahwa apa yang terjadi di Singkil itu juga bukan cerminan ke-Indonesiaan kita. Sikap dari teman-teman ini memberikan kelegaan dan semangat, menunjukkan kita ternyata tidak sendiri memperjuangkan kesatuan.

Sayang, tidak semua bersikap adil, baik itu yang beragama Kristen, Islam, Hindu, Budha, dll. Pancasila dan toleransi hanya dikoarkan saat dirinya sedang "terusik" saja, selain itu, ternyata hanya menjadi jargon semata.

Ya, apapun itu, kiranya kita tetap mengingat, keindahan itu baru nyata ketika ada keberagaman/perbedaan. Pelangi indah karena berbeda warna. Pemandangan alam indah karena ada sungai, gunung, pohon, dan keberagaman lainnya. Begitu juga terumbu karang menjadi indah karena aneka warna terumbu karang dan berbagai jenis makhluk laut disana.

Keindahan itu indah karena keberagaman, begitu halnya juga dengan manusia, baru indah ketika di antara manusia ada keberagaman, bukan keseragaman.

Salam damai Indonesia. :)

Tuesday 15 September 2015

Berani Bermimpi

Selama berbulan-bulan ini aku sering bercerita dengan Yanes David tentang mimpinya untuk membangun Pematang Siantar-Simalungun lewat pendidikan. Waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit rela mereka kuras demi mengejar mimpi ini. Bersama Daniel Ompusunggu dan para agent of change Jimmi Reinhard, dkk, mereka mendirikan Sopo Helios, sebuah lembaga pendidikan dengan pendekatan active learning dan pendidikan karakter.



Hari Minggu kemarin aku dan tim FOKAL.info mendapat kesempatan merasakan langsung mimpi Yanes dan teman-teman. Kesempatan ini menjadi lebih spesial karena kami diminta untuk bercerita tentang apa mimpi kami dan bagaimana kami berusaha mengejar mimpi kami kepada adik-adik SMP binaan mereka.

Kami menceritakan pengalaman kami masing-masing; tentang mimpi kami dan bagaimana kami harus jatuh-bangun mengejar mimpi kami. Bang Pirhot Nababan mengingatkan adik-adik untuk tidak berhenti mengejar mimpi sebelum mimpi itu tercapai. Bang Basar Daniel mengajak adik-adik untuk mengatur waktu sebaik mungkin, sehingga bisa seimbang waktu untuk belajar, bermain, dan aktivitas lainnya. 




Adik-adik juga menceritakan mimpi mereka. Ingin membahagiakan orangtua, sekolah di SMA favorit, dan bekerja di berbagai profesi yang mereka minati. Mata mereka berbinar saat menceritakan mimpi mereka. Ada harapan, ada semangat, ada keberanian untuk bermimpi dan mengejarnya.

Malamnya kami dijamu oleh nikmatnya masakan dan keramahan dari Ibunda Yanes, Inang Diana Nainggolan. Beliau menyemangati kami untuk setia menekuni mimpi kami walau mimpi itu mungkin tidak biasa bagi kebanyakan orang.

Terimakasih kepada teman-teman Sopo Helios yang berani bermimpi yang tidak biasa dan rela jatuh-bangun berusaha membangun Siantar-Simalungun lewat pendidikan. Pengabdian teman-teman mengingatkanku untuk tidak merasa cukup dengan aktivitas/pekerjaan pribadi yang kulakukan. Ternyata masih begitu banyak ruang kosong yang bisa diisi oleh orang-orang yang mau dan berani bermimpi membangun sesama dan lingkungan sekitarnya.

Sunday 13 September 2015

Alam Semesta Mendukung

Kamis malam aku kembali ke Medan untuk menjalani rangkaian pelatihan FOKAL.info di Sumatera Utara. Bang Sebastian Marpaung menawarkan diri untuk menjemput ke pool DAMRI di Plaza Medan Fair sekaligus menitipkan beberapa dus buku pelajaran dan bacaan. Buku-buku ini berhasil dikumpulkannya dari teman-teman kantor yang dengan senang hati memberikan buku untuk dibagikan kepada adik-adik di Samosir.



Jumat pagi, Bang Basar Daniel dan Bang Pirhot Nababan pun menyusul dari Jakarta. Kurang tidur karena padatnya kerjaan ternyata tidak menyurutkan langkah mereka untuk menjalani program SITARA TILO ACT.

Kami menuju Rantauprapat, tempat persinggahan pertama dalam rangkaian pelatihan ini. Bang Basar dan Bang Iyok belum pernah ke Rantauprapat dan mengira jarak Medan-Rantauprapat hanya sejauh Jakarta-Bogor. Ternyata delapan jam perjalanan darat di jalan lintas Sumatera pun harus dijalani. Sepanjang jalan mereka terlelap karena hanya tidur dua jam sehari sebelumnya.

Perjalanan jauh tidak mengurangi semangat Abang-Abang ini untuk berbagi dengan para peserta. Hari ini mereka menceritakan pengalaman mereka menulis sejak masih acak-acakan hingga menarik dibaca seperti sekarang ini. Mereka juga mengajak teman-teman untuk membuat blog dan berani membagikan tulisannya di blog masing-masing.

Orangtua terkasih Linda Panjaitan juga turut mendorong para peserta untuk berpikir positif dan berbagi hal positif kepada orang lain. Tulisan-tulisan bermanfaat dan positif harus tersebar di kalangan pemuda menggantikan konten-konten yang tidak bermutu yang saat ini banyak dan mudah diakses oleh masyarakat umum.



Melihat dukungan dan animo teman-teman, aku semakin percaya, ketika kita ingin melakukan kegiatan positif, alam semesta akan turut mendukung dan membantu. :)

Tuesday 8 September 2015

Menatap Masa Depan Asia-Afrika Baru


Opini CePSA ini dirilis pasca pembukaan Konferensi Asia Afrika lalu dan sempat dikutip oleh beberapa media online dan cetak seperti Jakarta Post, Antara, dan Bisnis.com,. Berikut saya lampirkan versi lengkap dari Opini CePSA ini.

Menatap Masa Depan Asia-Afrika Baru
Oleh Sahat Martin Philip Sinurat*

Pidato Presiden Joko Widodo pada pembukaan Konferensi Asia Afrika 2015 kemarin ternyata mendapat sambutan hangat dari peserta KAA. Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyinggung berbagai permasalahan yang saat ini sedang terjadi di negara-negara Asia dan Afrika. Beliau juga mengingatkan esensi KAA 1955, yakni gelora mendapatkan hak hidup sebagai bangsa merdeka dan menolak segala bentuk imperialisme, serta semangat menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi segenap rakyat Asia-Afrika.

Dunia saat ini sarat dengan kesenjangan, ketidakadilan, dan kekerasan global. Beberapa kelompok negara mendominasi negara-negara lainnya. Sumber daya bumi dihabiskan oleh negara-negara kaya. Berbagai lembaga keuangan internasional justru dipakai untuk mencekik negara miskin dan berkembang. Aksi kekerasan secara sepihak dilakukan sekelompok negara tanpa mendapat larangan berarti dari badan dunia PBB. Presiden Jokowi memandang pentingnya tatanan dunia baru yang berdasarkan keadilan, kesetaraan, dan kemakmuran. Dunia membutuhkan kepemimpinan global yang kolektif dan Indonesia siap memainkan peran global sebagai kekuatan positif bagi perdamaian dan kesejahteraan.


Mewujudkan Kesejahteraan Asia-Afrika

Pidato Presiden Jokowi yang tegas di hadapan puluhan delegasi negara Asia-Afrika tentu harus dapat diwujudnyatakan. Untuk mewujudkan kesejahteraan, negara-negara Asia-Afrika harus berkolaborasi memerangi kemiskinan dan keterbelakangan serta memacu pertumbuhan ekonomi.

Menurut Prof. W. A. Lewis, pendorong utama pertumbuhan ekonomi ialah upaya untuk berhemat, peningkatan pengetahuan dan penerapannya di bidang produksi, serta peningkatan jumlah modal. Negara Asia-Afrika yang lebih maju perlu menjalin kemitraan dengan negara lainnya untuk penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna. Hal ini penting karena kebanyakan negara Afrika-Asia masih tertinggal jauh dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi. Kemitraan yang terjalin ini harus saling menguntungkan sehingga setiap negara saling bergantung dan terdapat relasi yang setara di antara masing-masing negara.

Pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan juga membutuhkan penerapan tata kelola pemerintahan (good governance) yang baik. Sayangnya, sebagian besar negara-negara Asia-Afrika masih dilanda konflik dan gejolak internal. Akibatnya pemerintahan tidak dapat berjalan dengan baik dan pembangunan masih jauh dari harapan ideal.

Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, Indonesia bersama negara-negara Asia-Afrika lainnya harus berperan aktif menyelesaikan berbagai permasalahan yang melanda negara-negara Asia-Afrika. Keterlibatan negara-negara Barat dalam penyelesaian konflik harus diambil-alih oleh negara-negara Asia-Afrika. Negara-negara Asia-Afrika harus dapat menyelesaikan permasalahan rumah tangganya sendiri tanpa terlalu bergantung pada negara-negara kaya dan maju. Dengan ini tidak timbul ketergantungan antara negara Asia-Afrika dan negara kaya dan maju sehingga bangsa-bangsa Asia-Afrika dapat berdiri sejajar sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Produk Domestik Bruto (PDB) kedua benua ini pada 2014 mencapai 51 persen dari PDB dunia. Jumlah penduduk Asia-Afrika mencapai dua pertiga dari total penduduk dunia. Jalur perdagangan di kedua benua ini padat dan rawan akan gangguan keamanan dan ketertiban. Prof. Cairncross menyatakan bahwa pembangunan bukanlah sekedar masalah memiliki sejumlah besar uang atau semata-mata fenomena ekonomi. Ia mencakup semua aspek perilaku masyarakat, termasuk penegakan hukum dan ketertiban. Pendapat Prof. Cairncross ini harus menjadi sorotan utama negara-negara Asia-Afrika. Semua negara Asia-Afrika harus bekerjasama mewujudkan jalur perdagangan dan transportasi Asia-Afrika yang damai dan aman, baik darat, laut, maupun udara.


Indonesia, India, dan Afrika Selatan sebagai Jembatan Asia-Afrika

Salah satu semangat KAA 1955 adalah menolak pembentukan dua blok ideologi: Blok Barat di bawah pimpinan Amerika Serikat yang liberal dan Blok Timur di bawah pimpinan Uni Soviet yang komunis. Saat ini, pertarungan dunia tidak lagi berkutat pada blok ideologi saja melainkan juga ekonomi. Blok ekonomi dunia terbagi atas blok AS dan Blok Cina Rusia.

Sejalan dengan visi KAA, pemerintah Indonesia saat ini harus tetap berpegang pada kebijakan politik bebas aktif. Indonesia tidak perlu terjebak di tengah pertarungan ekonomi dua raksasa dunia, Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok. Ketimbang berpihak pada salah satu kekuatan, Indonesia sebaiknya membangun kekuatan ekonomi non-blok di antara negara-negara Asia-Afrika.

Indonesia, India, dan Afrika Selatan yang memiliki tren pertumbuhan ekonomi yang positif dapat menjadi motor bagi kekuatan ekonomi non-blok tersebut. Negara-negara Asia-Afrika harus melawan imperialis-kolonialis modern yang menjajah dengan kekuatan ekonomi. Ketiga negara ini dapat menjadi jembatan bagi terwujudnya kekuatan ekonomi baru Asia-Afrika yang damai, adil, dan setara.

India yang jumlah penduduknya terbanyak kedua di dunia adalah negara dengan ekonomi terbesar kesembilan di dunia berdasarkan produk domestik bruto (PDB). Bersama dengan Afrika Selatan, India merupakan anggota G-20 dan anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) yang saat ini memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat. Sektor industri Afrika Selatan sangat maju dan merupakan negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi terbesar ke-25 di dunia. Data Bank Dunia menyebutkan pendapatan domestik bruto Afrika Selatan pada 2013 mencapai US$ 366,1 miliar. Capaian ini mendudukkan negara tersebut sebagai negara berpendapatan tinggi.

Indonesia adalah negara demokratis terbesar ketiga di dunia dan negara mayoritas muslim terbesar di dunia. Peran aktif Indonesia dalam KAA, Gerakan Non Blok, dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) memberikan nilai tersendiri bagi Indonesia di mata negara-negara Asia-Afrika. Indonesia dan sebagian besar negara Asia-Afrika selama ini memiliki kesamaan kepentingan, baik dalam bidang ekonomi maupun politik sehingga bisa dijadikan dasar motivasi untuk meningkatkan hubungan kerjasama.

Ketiga negara ini, Indonesia, India, dan Afrika Selatan adalah jembatan yang paling tepat menghubungkan negara-negara Asia-Afrika. Kekuatan ekonomi non-blok Asia-Afrika dapat menjadi kekuatan ekonomi baru selain hegemoni ekonomi dari AS, China, dan negara-negara kaya lainnya.

Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi mengatakan bahwa Asia is engine of global growth, dan Africa is continent of hope. Negara-negara di kedua benua ini ke depannya harus menjalin investasi dua arah yang saling menguntungkan satu sama lain. Saatnya negara-negara Asia-Afrika berkolaborasi dan mewujudkan cita-cita bersama yang dirangkum Presiden Soekarno pada pidato pembukaan Konferensi Asia Afrika, 60 tahun silam. Let a New Asia and a New Africa be Born!


*Penulis saat ini sedang menyelesaikan magister di Studi Pembangunan ITB dan merupakan Direktur Eksekutif Centre for People Studies and Advocation (CePSA)

Saturday 25 July 2015

Menembus Perbedaan Kulit SARA

Menembus Perbedaan Kulit SARA



Pagi itu, di minggu kedua bulan puasa, aku kembali melangkahkan kaki ke Palang Merah Indonesia (PMI) Bandung. Ini baru kali keempat aku menyediakan waktu untuk mendonorkan darah bagi sesama yang membutuhkan. Bukan karena aku tidak mau, bukan karena aku takut suntik ataupun takut melihat darah. Bukan juga karena lokasi PMI yang jauh dari tempat tingggalku.

Berbagai alasan kesibukan menjadi penghambatku datang ke PMI. Padahal hanya sekitar 30 menit saja waktu yang dibutuhkan untuk memberikan darah. Maka kali ini, sejak berminggu-minggu sebelumnya kutekadkan untuk tidak menunda. Dan senyum petugas PMI yang menyambutku telah menunjukkan tekadku ini bukanlah hal yang sia-sia.

Ternyata pagi itu ada belasan anggota Palang Merah Remaja (PMR) yang sedang berkunjung ke PMI. Petugas menerangkan kepada adik-adik ini bahwa tugas PMR adalah tanggung jawab mulia. Donor darah adalah tindakan membantu hidup seseorang. Sayangnya di Indonesia, donor darah belum menjadi gaya hidup. Berbagai alasan menjadi penghambat kita untuk berbuat kebajikan.

Saat dokter PMI memeriksa tensi darahku, dokter memberitahukan kalau stok darah PMI Bandung sangat minim setiap bulan puasa. Sering kali PMI keteteran menyediakan darah untuk korban gawat darurat. Kalau kita perhatikan, saat bulan puasa,  kita sering mendapat broadcast "dibutuhkan darah" di BBM ataupun sosial media kita. Memang di saat minim stok darah, kita baru menyadari betapa berharganya darah, dan betapa bernilainya kebaikan dari para pendonor yang ikhlas berbagi tanpa balasan.

Sang dokter menambahkan, bersyukur saat bulan puasa, PMI Bandung tetap mendapatkan stok darah dari kegiatan donor darah yang dilakukan gereja dan lembaga keumatan lainnya. Para pendonor yang tidak berpuasa juga tetap datang mendonorkan darahnya.Walaupun tidak seperti hari biasa, minimal stok darah PMI tetap ada di saat genting.

Banyak pasien yang tertolong dengan stok yang sedikit ini. Hal yang tidak banyak orang yang tahu. Si pendonor sendiri tidak tahu kalau darahnya telah menyelamatkan nyawa seseorang. Penerima darah juga tidak tahu darah siapa yang mengalir di tubuhnya. Dia dan keluarganya hanya bisa berdoa kepada Sang Pemberi Kehidupan, bersyukur atas anugerah yang diberikan, dan mendoakan sang pendonor darah, pahlawan kemanusiaan yang bahkan mereka tidak tahu wujud dan namanya.

Ya, donor darah adalah kebajikan yang menembus kulit SARA. Di keterangan kantong darah, tidak ada tertulis ini adalah darah Sahat, suku Batak, beragama Kristen, seorang mahasiswa s2 yang sedang merintis usaha kecil-kecilan. Hanya tertulis keterangan bahwa kantong darah ini berisi darah AB. Sehingga penerima darah ini haruslah pasien yang berdarah AB juga, tidak peduli dari suku, agama, ras, dan golongan apapun dia.

Tidak pernah kita mendengar adanya seorang pasien bersuku Batak yang hanya mau menerima transfusi dari darah pendonor bersuku Batak saja. Atau seorang pasien beragama Hindu yang tubuhnya menolak menerima transfusi dari darah seorang beragama Muslim. Darah tidak mengenal perbedaan SARA, maka darah akan selalu dapat menembus perbedaan kulit SARA. Di tengah konflik SARA yang masih sering terjadi di sekitar kita, yang bahkan sering kali menumpahkan darah dengan sia-sia, donor darah adalah suatu contoh tindakan kehidupan yang mengajarkan hakikat hubungan manusia yang sebenarnya.

Donor darah mengajarkan kita, bahwa setiap manusia seharusnya saling membantu tanpa terhalang tembok SARA, layaknya darah yang saling membaur tanpa pernah terhalang tebalnya kulit SARA.



Mari donorkan darah kita dan merasakan indahnya berbagi kebajikan tanpa terhalang tembok SARA.

Monday 29 June 2015

Berlari Dengan Tujuan


“Ada seribu jalan ke Roma”. Peribahasa ini sudah sering kali kita dengar dalam kehidupan kita sehari-hari. Dengan cepat kita dapat memahami maksud dari pepatah ini. Ada banyak kemungkinan dan cara untuk mencapai target atau tujuan kita. Oleh karena itu, jangan pernah menyerah jika gagal di satu kemungkinan. Selalu ada kemungkinan lainnya yang dapat kita jalani untuk mencapai keberhasilan.

Kita pasti puas dengan kesimpulan dari pepatah ini. Ada seribu jalan, seribu cara, seribu metode, seribu kemungkinan dan kesempatan. Fokus kita sering kali tertuju kepada frase ini. Namun sering kali kita lupa akan dua kata penting yang membuat pepatah ini menjadi utuh dan bermakna. Ke Roma.


Menentukan Tujuan
Pepatah ini tidak lengkap jika hanya ‘ada seribu jalan’. Ada seribu jalan, tapi jalan kemana? Ada seribu cara, namun cara mengerjakan apa? Seribu, bahkan sepuluh ribu jalan tidak akan ada gunanya jika kita tidak menetapkan tujuan kita. Ke Roma, maka jelaslah apa target kita, dan kita dapat melakukan perjalanan dengan tujuan. Tanpa tujuan, kita hanya akan berlari dengan sia-sia, tidak tentu arah, menghabiskan waktu untuk hal yang tidak berguna.

Berlari dengan tujuan adalah hal mutlak yang harus kita lakukan. Dalam perusahaan, organisasi, pemerintahan, bahkan aktivitas pribadi, kita harus menetapkan tujuan agar mampu menentukan jalan dan melangkah untuk menjalaninya. Tujuan adalah hal yang penting dan harus ditetapkan sedari awal sebelum kita melangkah dan menetapkan jalan.

Pernahkah kita menyaksikan gelanggang marathon? Akan berlari kemanakah para pelari jika mereka tidak mengetahui garis akhir mereka? Atau adakah perusahaan dan pemerintahan yang berhasil tanpa menentukan terlebih dahulu target pencapaian mereka setiap tahunnya?

Tanpa tujuan, perusahaan, organisasi, pemerintahan, ataupun aktivitas pribadi kita tidak akan pernah dapat berlari mencapai hal yang lebih baik. Bahkan berlari tanpa tujuan justru dapat membawa kita kepada kehancuran. Banyak perusahaan dan organisasi yang mandek, mundur, bahkan hancur karena tidak mampu menentukan tujuan yang jelas dan spesifik. Pemerintahan yang tidak memiliki tujuan yang jelas dan terarah hanya akan membawa mudarat bagi warganya. Pemerintahan tanpa tujuan akan berakhir sia-sia dan tidak dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat.

Roma adalah sebuah tujuan yang ditetapkan seorang pelancong sehingga dia dapat memikirkan seribu kemungkinan jalan menuju Roma. Pelancong ini menunjukkan kepemimpinannya dengan menetapkan tujuan sebelum berjalan ataupun berlari. Berlari dengan tujuan membutuhkan kepemimpinan. Begitu juga sebaliknya, seorang pemimpin harus memiliki tujuan agar dapat berlari membawa perusahaan, organisasi, ataupun masyarakat yang dipimpinnya.

Merencanakan Perjalanan
Pemimpin yang memimpin tanpa tujuan tidak akan dapat merencanakan perjalanan yang baik untuk perusahaan, organisasi, ataupun masyarakat yang dipimpinnya. Pemimpin yang seperti ini akan membawa perusahaan, organisasi, ataupun masyarakatnya berjalan di tempat, ataupun berlari tanpa arah bahkan kehilangan arah. Tidak ada tujuan yang ditetapkan, maka tidak jelas jalan yang akan dilalui. Pemimpin tanpa tujuan tidak akan membawa manfaat bagi orang yang dipimpinnya.

Sayangnya kita sering kali memilih pemimpin yang belum menetapkan tujuannya dengan jelas. Kita lebih senang memilih pemimpin yang kelihatan bagus dari luar, tanpa berusaha melihat seberapa luas dan jauh visi dari pemimpin ini. Perusahaan, organisasi, ataupun masyarakat kita justru memberikan amanah kepada pemimpin yang tidak bervisi ketimbang kepada pemimpin yang memiliki arah dan tujuan.

Di sekitar kita, ada banyak contoh perusahaan, organisasi, ataupun daerah yang dipimpin oleh pemimpin yang tidak punya arah tujuan. Akhirnya, dana habis dengan sia-sia, sumber daya manusia tidak diberdayakan dengan baik, fasilitas terbuang tanpa guna, dan banyak potensi-potensi baik lainnya yang gagal dan tidak dapat dimanfaatkan.

Pemimpin yang baik harus dapat membawa masyarakat yang dipimpinnya berlari dengan tujuan. Adanya tujuan dapat memberi gambaran kepada kita tentang bagaimana cara kita mencapai tujuan tersebut. Dengan adanya gambaran, kita dapat merencanakan perjalanan dengan baik; menyusun persiapan, baik dana, sumber daya, ataupun fasilitas yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan kita. Pemimpin yang berlari dengan tujuan akan dapat mengembangkan perusahaan, organisasi, ataupun daerah yang dipimpinnya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
 
Menjadi pemimpin yang berlari dengan tujuan bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun kita semua dapat menjadi pemimpin yang demikian asalkan memiliki komitmen, semangat pembelajar, dan visi membangun. Ada seribu jalan ke Roma. Mari putuskan tujuan ‘Roma’ kita sehingga kita dapat memikirkan ‘seribu jalan’ untuk mencapainya.

Sunday 21 June 2015

Jangan Berhenti, Tetaplah Membangun

JANGAN BERHENTI, TETAPLAH MEMBANGUN
(Inspirasi dari Bunda Theresa)

Beberapa waktu ini mendengar kabar yang membuat jengkel dan kecewa. Bersyukur waktu ibadah Minggu di GKI Maulana Yusuf, sang pengkhotbah mengutip kalimat inspiratif dari Bunda Theresa.


Dulu saya pernah membaca kutipan suster peraih Nobel ini, dan dalam momen yang sangat pas saya diingatkan kembali pesan berharga ini. Tetaplah bahagia dalam berbuat baik. Tuhan memang selalu menguatkan di waktu yang tepat.

Semoga pesan Bunda Theresa ini dapat bermanfaat bagi teman-teman yang membaca. Selamat membaca. :)

•    Terkadang orang berpikir secara tidak masuk akal dan bersikap egois. Tetapi, bagaimanapun juga, terimalah mereka apa adanya.

•    Apabila engkau berbuat baik, orang lain mungkin akan berprasangka bahwa ada maksud-maksud buruk di balik perbuatan baik yang kaulakukan itu. Tetapi, tetaplah berbuat baik selalu.

•    Apabila engkau sukses, engkau mungkin akan mempunyai musuh dan juga teman-teman yang iri hati atau cemburu. Tetapi teruskanlah kesuksesanmu itu.

•    Apabila engkau jujur dan terbuka, orang lain mungkin akan menipumu. Tetapi tetaplah bersikap jujur dan terbuka setiap saat. Walau suatu saat nanti engkau akan tertipu lagi.

•    Apa yang telah kau bangun bertahun-tahun lamanya, dapat dihancurkan orang dalam satu malam saja. Tetapi, janganlah berhenti, dan tetaplah membangun.

•    Apabila engkau menemukan kedamaian dan kebahagiaan di dalam hati, orang lain mungkin akan iri hati kepadamu. Tetapi, tetaplah berbahagia.

•    Kebaikan yang kalakukan hari ini, mungkin besok akan dilupakan orang. Tetapi, teruslah berbuat baik.

•    Berikan yang terbaik dari apa yang kaumiliki, dan itu mungkin tidak akan pernah cukup. Tetapi, tetap berikanlah yang terbaik.

•    Sadarilah bahwa semuanya itu ada diantara engkau dan Tuhan. Tidak akan pernah ada antara engkau dan orang lain. Jangan pedulikan apa yang orang lain pikirkan atas perbuatan baik yang kaulakukan. Tetapi, percayalah bahwa mata Tuhan tertuju pada orang-orang yang jujur, dan Dia dapat melihat ketulusan hatimu.

Semangat selalu dalam berbuat baik. Berdiri teguh, jangan goyah.
Selalu optimis dan positif menjalani hari.
:)

Tidak Perlu Lebay Berbangga

Inilah yang membuatku dari dulu itu paling tidak tertarik membagikan tautan berita tentang artis/orang yang pindah agama/kepercayaan, baik dari agama lain ke agama yang kuanut, maupun sebaliknya.

Kita tidak perlu lebay berbangga ketika ada berita yang menyatakan si A beralih menganut agama/kepercayaan kita, dan sebaliknya juga tidak perlu marah berlebihan ketika mendengar si B meninggalkan agama/kepercayaan kita.

(Waktu dulu saya membaca berita ttg seorang artis yang berpindah agama dari agama saya ke agama lain, saya sempat kesal membaca komen orang-orang yang merespon berita itu. Ada komentar marah dan menyesali keputusan artis tersebut, ada juga komentar ucapan selamat yang menurut saya terlalu berlebihan. Menurut saya keduanya kurang tepat dan reaktif.)

Kita hidup di bangsa yang heterogen. Sejarah mencatat dan kita pun sudah mempelajarinya sejak bangku sekolah. Sejak beratus tahun yang lalu masyarakat Nusantara sudah akrab dengan interaksi lintas agama, suku, ras, dan golongan.

Ketimbang reaktif karena isu di atas, lebih tepat jika kita marah ketika ada orang yang mengaku seagama dengan kita, tapi tidak menunjukkan nilai-nilai yang baik yang agama kita ajarkan, yakni nilai kejujuran, keadilan, integritas, dan lainnya.

Dan yang harusnya kita banggakan adalah ketika kita bisa menunjukkan nilai-nilai baik yang agama kita ajarkan serta bekerjasama dengan saudara sebangsa kita yang berbeda agama, membangun negeri yang besar ini.

Iman adalah urusan individu dengan Sang Pencipta. Tapi membangun negeri ini adalah urusan kita bersama.

Salam damai.

Tuesday 16 June 2015

Berusaha Untuk Lebih Setia

Berusaha untuk Lebih Setia

Kalau kupikir-pikir lagi, selama ini ternyata aku salah mengetikkan harapan saat menutup pembicaraan dengan teman bicara. Aku sering mengetik"semoga Tuhan menjaga kita", "semoga Tuhan memberkati kita", "semoga Tuhan melindungi kita", dan kalimat harapan sejenis lainnya.

Kalimat itu seakan-akan mengatakan ada kalanya Tuhan akan menjaga, memberkati, dan melindungi kita, tapi ada kalanya tidak.

Padahal, tanpa kita minta pun, sebenarnya Tuhan selalu setia menjaga, memberkati, dan melindungi kita. Idealnya kasih orangtua dan anak, jauh lebih sempurna lagi kasih Tuhan kepada makhluk ciptaan-Nya.

Justru sebaliknya, kita yang makhluk ciptaan ini justru yang kurang bahkan tidak setia. Ada juga kita yang menjauh bahkan membenci-Nya.

Terkadang kita mengaku mencintai Tuhan, tapi malah membenci ciptaan-Nya. Memusuhi orang lain, merusak lingkungan, membunuh hewan seenaknya.

Mungkin kita tidak sadar, ketika kita melukai, melecehkan, bahkan merusak makhluk ciptaan-Nya, maka kita juga telah melukai hati Tuhan Sang Pencipta.

Ini bisa dianalogikan dengan seorang pelukis yang akan kecewa bahkan marah ketika lukisan terbaik karya tangannya dirusak atau dilecehkan oleh orang lain.

Maka sepertinya kalimat harapan "semoga Tuhan menjaga, memberkati, dan melindungi kita" tidak lagi tepat menjadi kalimat penutup suatu pembicaraan. Karena faktanya Tuhan selalu setia, tapi sebaliknya kita tidak setia.

Kita meminta Tuhan menjaga, memberkati, dan melindungi kita, tapi kita tidak menjaga dan melindungi sesama makhluk ciptaan Tuhan (manusia dan alam).

Lebih tepat jika kita ucapkan "semoga kita setia menjaga keluarga, teman, sesama, dan alam sekitar kita karena Tuhan setia menjaga kita". Dengan kalimat harapan seperti ini, semoga mengingatkan kita untuk berusaha lebih setia.

Wednesday 10 June 2015

Orkestra Yang Meng-Indonesia?

ORKESTRA YANG MENG-INDONESIA?

Iseng-iseng tadi pagi membuka youtube untuk mendengar alunan musik klasik Canon in D. Pas dapatnya alunan lagu ini dimainkan oleh Nanyang Polytechnic Chinese Orchestra.

Ternyata ada yang menarik dari video ini (teman2 bisa saksikan sendiri videonya di link ini). Biasanya orkestra menggunakan alat musik klasik Barat. Tapi orkestra yang satu ini menyajikan tampilan yang baru pertama kali ini kulihat.

Mereka memadukan alat musik klasik Barat dengan alat musik bangsa mereka sendiri. Bahkan dalam lagu ini, alat musik mereka terlihat lebih banyak jumlahnya dan terdengar lebih dominan suaranya ketimbang alat musik klasik Barat.

Ini hal yang menurutku baru dan unik. Orkestra itu ternyata tidak identik dengan alat musik klasik Barat, tapi juga dapat diisi berbagai alat musik lokal negara masing-masing.

Kebanyakan kita masih menganggap orkestra itu identik dengan alat musik klasik Barat. Aku sendiri pun baru tersadarkan dan tercerahkan pagi ini setelah secara kebetulan menyaksikan video NYP Chinese Ochestra.

Sejauh ini aku memang baru beberapa kali menonton penampilan orkestra Indonesia, baik lewat televisi ataupun langsung. Tapi seingatku, alat musik yang digunakan dalam orkestra itu kebanyakan, bahkan semuanya masih didominasi alat musik klasik Barat.

Saat menonton video orkestra dari teman-teman mahasiswa ini, sekejap imajinasiku pun melayang tinggi.

Bagaimana ya kalau alat musik khas Indonesia seperti Angklung, Gendang Karo, Sasando, Tifa, Suling, Kacapi, Ketipung, Demung, Sarunei, dan lain sebagainya dimainkan dalam satu orkestra yang khas Indonesia?

Wah, pasti akan menjadi alunan yang indah, merdu, dan enak didengar. Dan paduan berbagai alat musik ini tentu akan juga mencitrakan kesatuan bangsa Indonesia dalam berbagai keberagaman.

Ya, untuk sekarang aku hanya bisa berkhayal saja, tapi berharap suatu saat akan bisa menyaksikan kolaborasi yang khas Indonesia itu.

Catt: Kalau teman-teman ada tahu link video yang menampilkan orkestra yang meng-Indonesia, mohon dibagi ya infonya. Trimakasih :D

Sunday 7 June 2015

Semua Orang Menghadapi Hari Yang Berat

Setiap hari kita harus menghadapi aktivitas yang penuh tantangan. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan dan tahun juga berlalu. Namun selama itu juga kita harus melakukan pekerjaan, perkuliahan, pertemuan, rapat, ataupun berbagai aktivitas lainnya.

Setiap hari kita harus berinteraksi, dengan pimpinan, rekan kerja, dosen, orangtua, mertua, istri, anak, teman, dan berpuluh bahkan beratus orang lainnya. Sering kali mereka memberikan sapaan hangat, pujian, ataupun senyuman. Tapi tidak jarang juga mereka menyampaikan keluhan, amarah, hujatan, curhatan, bahkan makian. Setiap hari terasa berat, dan sayangnya orang-orang terdekat kita bahkan tidak dapat membantu meringankan beban kita.

Bersikaplah baik kepada semua orang, sebab semua orang menghadapi hari yang berat -Gostick & Elton-

Ya, setiap orang menghadapi hari yang berat. Maka berucap, bersikap dan berbuat baiklah pada semua orang, terutama orang-orang di sekitar kita.

Kita tidak akan pernah tahu kapan kata-kata atau tindakan baik kita bakal membuat perbedaan dalam hidup seseorang.

Selamat menjalani hari. :)

Monday 25 May 2015

Tuhan Yang Tidak Berdaulat

TUHAN YANG TIDAK BERDAULAT?

Beberapa waktu lalu sempat berdiskusi dengan seorang teman tentang ke-MAHAKUASA-an Tuhan. Apakah Tuhan benar-benar Maha Kuasa?
Apakah Tuhan berdaulat atas semua manusia yang berbeda suku, agama, ras, dan lainnya?
Apakah Tuhan juga berkuasa atas berbagai bidang kehidupan, seperti hukum, ekonomi, politik, musik, sosial, dan lainnya?

Kalau Tuhan berdaulat atas semua manusia, kenapa terjadi perang, genosida, konflik antar umat beragama, dan lainnya?
Jika Tuhan memang berkuasa atas semua bidang, kenapa masih terjadi kemiskinan, korupsi, penjajahan, dan lainnya?

Jika kita realistis, mungkin kita akan pesimis. Perang, kemiskinan, ketidakadilan, dan lainnya masih terus terjadi beratus bahkan beribu tahun. Pesimis akan terjadi perubahan. Lebih baik kita memikirkan bagaimana diri kita sendiri bisa 'survive' dari tantangan hidup.

Namun, teman ini melanjutkan pernyataannya. "Tapi ternyata Tuhan masih berdaulat. Buktinya di setiap perang, penjajahan, kemiskinan, ketidakadilan, korupsi, dan lainnya itu, selalu tampil orang-orang yang berupaya melawan dan melakukan hal baik."

Lantas, aku pun langsung teringat dengan buku yang pernah kubaca beberapa tahun silam dan masih tersimpan di perpustakaan mungilku, Tuhan Gunung atau Tuhan Alam Semesta? karya Samuel Tumanggor.

Tuhan bukannya tidak berkuasa. Tuhan bukannya tidak menyatakan diri-Nya. Tuhan tidak hanya berkuasa di rumah ibadah ataupun pada hal-hal yang kelihatan baik. Tuhan juga berkuasa di bidang umum seperti hukum, politik, ekonomi, musik, dan lain sebagainya.

Tuhan menciptakan semua umat manusia, dengan berbagai suku, ras, dan agama. Maka Tuhan Sang Pencipta tentu tidak bisa didikte oleh manusia yang diciptakan-Nya. Kita tidak bisa semena-mena mengatakan Tuhan hanya terbatas pada lingkup tertentu.

Tuhan menerbitkan matahari bagi orang jahat dan baik, menurunkan hujan bagi orang yang benar dan tidak benar. Tuhan membiarkan semua bangsa menuruti jalannya masing-masing, namun Ia bukan tidak menyatakan diri-Nya dengan berbagai kebajikan di berbagai bidang kehidupan.

Maka sungguh edanlah kita, ketika Tuhan yang berdaulat masih terus menyatakan kebajikan-Nya hingga saat ini, namun kita justru putus asa, urung berbuat dan hanya terpaku dengan aktivitas pribadi saja. Keputusasaan yang demikian justru merendahkan martabat Tuhan karena kita berpikir seakan-akan Tuhan tidak mampu lagi membantu kita menyelesaikan berbagai permasalahan di sekitar kita.

Oleh karena itu, kita yang yakin akan kedaulatan Tuhan, harus yakin juga untuk terjun dan berbuat kebajikan di berbagai bidang yang kita ikuti. Hukum harus dibuat jujur dan adil; politik harus memperjuangkan kepentingan bersama; ekonomi harus dapat menyejahterakan orang banyak; musik harus menampilkan karya yang membawa kelegaan, teknologi harus bisa tepat guna dan lain sebagainya.

Inilah wujud kita yang yakin akan kedaulatan Tuhan. Yakin akan ada perubahan yang lebih baik, serta yakin bahwasanya kita juga harus ikut berperan menghadirkan kebajikan dalam bidang yang kita jalani. Semangat menjalani hari. :)


Catatan: Saya sangat merekomendasikan teman-teman untuk mempunyai buku 'Tuhan Gunung atau Tuhan Alam Semesta?' ini. Bagi yang tertarik, dapat hubungi saya. Kebetulan tinggal satu kota dengan penulisnya. Hehe.

Friday 8 May 2015

Batik atau Buku

Kemarin menemani Nona manis ke Thamrin City. Kirain hanya ada batik dan baju saja disana, ternyata di lantai 3A ada permata tersembunyi; Pasar Buku.
Segera kaki melangkah ke atas dan hunting buku pun dimulai.

Sayangnya, hanya beberapa toko yang buka. Untungnya beberapa toko ini menyimpan buku-buku yang bagus bahkan ada yang sudah tidak diterbitkan lagi. Bahkan beberapa buah buku legendaris Di Bawah Bendera Revolusi terbitan pertama tersimpan dengan baik di lemari toko. Ada juga buku 70 tahun TB Simatupang, beberapa buku karya Pramodya Ananta Toer, dan buku-buku bagus lainnya.

Tangan pun tidak kuasa mengeluarkan beberapa lembar kertas terakhir dari dompet. Beberapa lembar kertas ini pun beralih ke dompet penjual buku. Namun sebagai gantinya aku mendapatkan ratusan lembar kertas berharga yang memiliki nilai abadi dan jauh lebih bernilai dari beberapa lembar kertas (baca:uang) ini.

Aku membeli 5 buku.

Buku Arus Balik buah pikir dan tangan dari Pram menceritakan tentang Indonesia yang memiliki sejarah kemaritiman yang kuat di masa lampau namun itu berbalik di masa penjajahan hingga sekarang.

Buku Bumi Manusia yang juga dituliskan oleh Pram merupakan titipan seorang teman dari Bengkulu.

Dua buku lainnya merupakan karya dari Dale Carnegie, seorang motivator pengembangan diri dan kepemimpinan. Dan satu buku lainnya menarik perhatian saya karena cara penulisannya yang keren dan menggunakan wortel sebagai analogi tentang kepemimpinan. Kok bisa ya?

Semoga keempat buku ini dapat segera dituntaskan, dan buku Bumi Manusia dapat segera sampai ke tangan teman saya di Bengkulu.

#marimembaca

Tuesday 24 March 2015

Sudut Kehidupan Akhirnya Pensiun

Akhirnya "Sudut Kehidupan" harus pensiun dari tugasnya. 

Setelah bertahun-tahun memilih "Sudut Kehidupan" menjadi tema dari blog ini, hari ini aku memutuskan untuk menggantinya dengan tema lain yang selama beberapa bulan lalu menjadi tagline pribadi. Tagline ini bernama #KegembiraanBersama.

Sebelum membahas tagline baru ini, ada baiknya kita mengenang jasa "Sudut Kehidupan" yang sudah menemani kita saat berselancar di blog ini. Ucapan terima kasih yang besar sudah sepantasnya diberikan kepada "Sudut Kehidupan" karena telah memberikan sudutnya menjadi tempat kita berbagi dan bercerita. Di sudutnya kita bertemu dan berpisah. Di sudutnya pula kita menangis dan tertawa.

Kenapa dulu aku memilih "Sudut Kehidupan" menjadi tema blog ini? 
Tentu tema itu tidak muncul begitu saja.  

Saat itu tahun 2010 saat aku mulai mengetikkan cerita di blog ini, Masa itu, bagiku dan mungkin bagi banyak pemuda lainnya, adalah fase mencari jati diri. Aku baru saja berumur 21 tahun, dan keistimewaan itu membuatku sudah termasuk dalam kategori "di atas 21 tahun". Banyak hal, baik dan buruk, positif dan negatif, yang dikaitkan dengan umur 21 tahun. Bisa kita simpulkan, umur 21 tahun adalah fase kritis bagi seorang pemuda. Apakah setelah umur 21 tahun kita menjadi orang baik atau buruk, menjadi orang yang membawa manfaat atau mudarat.


Ternyata kegalauan pemuda pada fase itu juga merasuk dalam kehidupanku. Maka jadilah aku terkadang harus berhenti sejenak di sudut kehidupan. Melihat ke belakang, untuk mengevaluasi setiap langkah yang kulalui. Memandang ke kiri dan ke kanan, untuk memahami bagaimana diriku sekarang. Dan menatap ke depan, untuk mencari tahu, jalan mana yang akan kulalui esok hari.

Maka di "Sudut Kehidupan" aku merenung, dan di sudut ini juga aku berusaha memahami jati diriku, tujuan aku dilahirkan, alasan kenapa aku harus ada. Di sudut ini aku menyesali kesalahanku, terkadang juga menertawakan kebodohanku. Dan lebih dari itu, di sudut ini juga aku akhirnya menemukan keping demi keping puzzle kehidupanku, yang berusaha kususun satu per satu setiap aku berhenti sejenak di "Sudut Kehidupan". 

Jadi inilah aku, begini adanya, dengan setiap kelebihan dan kekurangan yang dianugerahkan Tuhan kepadaku. Dan setelah bertahun-tahun perenungan di "Sudut Kehidupan", maka kutemukanlah nilai hakiki yang harus kujalani, yakni menjadikan hidup sebagai #KegembiraanBersama.




Dan disinilah #KegembiraanBersama menjadi tagline yang menggantikan “Sudut Kehidupan”.

     


Fase merenung sudah usai, walaupun ke depan juga kita harus tetap berhenti sejenak untuk merenung, mengevaluasi setiap jalan yang kita pilih dalam petualangan kehidupan ini. Namun, saat ini adalah saatnya untuk bertindak aktif, menjadikan diri kita berarti, baik bagi diri kita sendiri, orang di sekitar kita, terutama berarti untuk Sang Pencipta.


#KegembiraanBersama adalah penemuanku akan arti kehidupan. Bahwa hidup ini sebenarnya penuh dengan kegembiraan dan keindahan. Dan hidup yang gembira ini akan semakin indah ketika kita dapat berbagi dengan orang lain sehingga hidup kita menjadi kegembiraan milik bersama.

                                                 


Terima kasih “Sudut Kehidupan” dan  selamat datang #KegembiraanBersama.