inspirasi

inspirasi

Tuesday 8 September 2015

Menatap Masa Depan Asia-Afrika Baru


Opini CePSA ini dirilis pasca pembukaan Konferensi Asia Afrika lalu dan sempat dikutip oleh beberapa media online dan cetak seperti Jakarta Post, Antara, dan Bisnis.com,. Berikut saya lampirkan versi lengkap dari Opini CePSA ini.

Menatap Masa Depan Asia-Afrika Baru
Oleh Sahat Martin Philip Sinurat*

Pidato Presiden Joko Widodo pada pembukaan Konferensi Asia Afrika 2015 kemarin ternyata mendapat sambutan hangat dari peserta KAA. Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyinggung berbagai permasalahan yang saat ini sedang terjadi di negara-negara Asia dan Afrika. Beliau juga mengingatkan esensi KAA 1955, yakni gelora mendapatkan hak hidup sebagai bangsa merdeka dan menolak segala bentuk imperialisme, serta semangat menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi segenap rakyat Asia-Afrika.

Dunia saat ini sarat dengan kesenjangan, ketidakadilan, dan kekerasan global. Beberapa kelompok negara mendominasi negara-negara lainnya. Sumber daya bumi dihabiskan oleh negara-negara kaya. Berbagai lembaga keuangan internasional justru dipakai untuk mencekik negara miskin dan berkembang. Aksi kekerasan secara sepihak dilakukan sekelompok negara tanpa mendapat larangan berarti dari badan dunia PBB. Presiden Jokowi memandang pentingnya tatanan dunia baru yang berdasarkan keadilan, kesetaraan, dan kemakmuran. Dunia membutuhkan kepemimpinan global yang kolektif dan Indonesia siap memainkan peran global sebagai kekuatan positif bagi perdamaian dan kesejahteraan.


Mewujudkan Kesejahteraan Asia-Afrika

Pidato Presiden Jokowi yang tegas di hadapan puluhan delegasi negara Asia-Afrika tentu harus dapat diwujudnyatakan. Untuk mewujudkan kesejahteraan, negara-negara Asia-Afrika harus berkolaborasi memerangi kemiskinan dan keterbelakangan serta memacu pertumbuhan ekonomi.

Menurut Prof. W. A. Lewis, pendorong utama pertumbuhan ekonomi ialah upaya untuk berhemat, peningkatan pengetahuan dan penerapannya di bidang produksi, serta peningkatan jumlah modal. Negara Asia-Afrika yang lebih maju perlu menjalin kemitraan dengan negara lainnya untuk penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna. Hal ini penting karena kebanyakan negara Afrika-Asia masih tertinggal jauh dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi. Kemitraan yang terjalin ini harus saling menguntungkan sehingga setiap negara saling bergantung dan terdapat relasi yang setara di antara masing-masing negara.

Pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan juga membutuhkan penerapan tata kelola pemerintahan (good governance) yang baik. Sayangnya, sebagian besar negara-negara Asia-Afrika masih dilanda konflik dan gejolak internal. Akibatnya pemerintahan tidak dapat berjalan dengan baik dan pembangunan masih jauh dari harapan ideal.

Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, Indonesia bersama negara-negara Asia-Afrika lainnya harus berperan aktif menyelesaikan berbagai permasalahan yang melanda negara-negara Asia-Afrika. Keterlibatan negara-negara Barat dalam penyelesaian konflik harus diambil-alih oleh negara-negara Asia-Afrika. Negara-negara Asia-Afrika harus dapat menyelesaikan permasalahan rumah tangganya sendiri tanpa terlalu bergantung pada negara-negara kaya dan maju. Dengan ini tidak timbul ketergantungan antara negara Asia-Afrika dan negara kaya dan maju sehingga bangsa-bangsa Asia-Afrika dapat berdiri sejajar sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Produk Domestik Bruto (PDB) kedua benua ini pada 2014 mencapai 51 persen dari PDB dunia. Jumlah penduduk Asia-Afrika mencapai dua pertiga dari total penduduk dunia. Jalur perdagangan di kedua benua ini padat dan rawan akan gangguan keamanan dan ketertiban. Prof. Cairncross menyatakan bahwa pembangunan bukanlah sekedar masalah memiliki sejumlah besar uang atau semata-mata fenomena ekonomi. Ia mencakup semua aspek perilaku masyarakat, termasuk penegakan hukum dan ketertiban. Pendapat Prof. Cairncross ini harus menjadi sorotan utama negara-negara Asia-Afrika. Semua negara Asia-Afrika harus bekerjasama mewujudkan jalur perdagangan dan transportasi Asia-Afrika yang damai dan aman, baik darat, laut, maupun udara.


Indonesia, India, dan Afrika Selatan sebagai Jembatan Asia-Afrika

Salah satu semangat KAA 1955 adalah menolak pembentukan dua blok ideologi: Blok Barat di bawah pimpinan Amerika Serikat yang liberal dan Blok Timur di bawah pimpinan Uni Soviet yang komunis. Saat ini, pertarungan dunia tidak lagi berkutat pada blok ideologi saja melainkan juga ekonomi. Blok ekonomi dunia terbagi atas blok AS dan Blok Cina Rusia.

Sejalan dengan visi KAA, pemerintah Indonesia saat ini harus tetap berpegang pada kebijakan politik bebas aktif. Indonesia tidak perlu terjebak di tengah pertarungan ekonomi dua raksasa dunia, Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok. Ketimbang berpihak pada salah satu kekuatan, Indonesia sebaiknya membangun kekuatan ekonomi non-blok di antara negara-negara Asia-Afrika.

Indonesia, India, dan Afrika Selatan yang memiliki tren pertumbuhan ekonomi yang positif dapat menjadi motor bagi kekuatan ekonomi non-blok tersebut. Negara-negara Asia-Afrika harus melawan imperialis-kolonialis modern yang menjajah dengan kekuatan ekonomi. Ketiga negara ini dapat menjadi jembatan bagi terwujudnya kekuatan ekonomi baru Asia-Afrika yang damai, adil, dan setara.

India yang jumlah penduduknya terbanyak kedua di dunia adalah negara dengan ekonomi terbesar kesembilan di dunia berdasarkan produk domestik bruto (PDB). Bersama dengan Afrika Selatan, India merupakan anggota G-20 dan anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) yang saat ini memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat. Sektor industri Afrika Selatan sangat maju dan merupakan negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi terbesar ke-25 di dunia. Data Bank Dunia menyebutkan pendapatan domestik bruto Afrika Selatan pada 2013 mencapai US$ 366,1 miliar. Capaian ini mendudukkan negara tersebut sebagai negara berpendapatan tinggi.

Indonesia adalah negara demokratis terbesar ketiga di dunia dan negara mayoritas muslim terbesar di dunia. Peran aktif Indonesia dalam KAA, Gerakan Non Blok, dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) memberikan nilai tersendiri bagi Indonesia di mata negara-negara Asia-Afrika. Indonesia dan sebagian besar negara Asia-Afrika selama ini memiliki kesamaan kepentingan, baik dalam bidang ekonomi maupun politik sehingga bisa dijadikan dasar motivasi untuk meningkatkan hubungan kerjasama.

Ketiga negara ini, Indonesia, India, dan Afrika Selatan adalah jembatan yang paling tepat menghubungkan negara-negara Asia-Afrika. Kekuatan ekonomi non-blok Asia-Afrika dapat menjadi kekuatan ekonomi baru selain hegemoni ekonomi dari AS, China, dan negara-negara kaya lainnya.

Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi mengatakan bahwa Asia is engine of global growth, dan Africa is continent of hope. Negara-negara di kedua benua ini ke depannya harus menjalin investasi dua arah yang saling menguntungkan satu sama lain. Saatnya negara-negara Asia-Afrika berkolaborasi dan mewujudkan cita-cita bersama yang dirangkum Presiden Soekarno pada pidato pembukaan Konferensi Asia Afrika, 60 tahun silam. Let a New Asia and a New Africa be Born!


*Penulis saat ini sedang menyelesaikan magister di Studi Pembangunan ITB dan merupakan Direktur Eksekutif Centre for People Studies and Advocation (CePSA)

No comments:

Post a Comment