inspirasi

inspirasi

Sunday 15 December 2013

Malaysia Truly Indonesia

Judul yang mungkin akan membuat kening teman-teman berkerut.

Ya, iklan Malaysia Truly Asia kembali memenuhi TV. Masih di bulan Oktober 2013, mereka sudah menayangkan promosi Visit Malaysia 2014. Aneka keindahan alam dan bermacam objek wisata disajikan untuk menggoda minat calon wisatawan. Tawarannya jelas: ingin mengenal dan menikmati Asia, tidak perlu mengunjungi banyak negara, cukup datang ke Malaysia.

Malaysia adalah Asia sebenarnya. Berbagai jenis flora dan fauna ada di Malaysia. Dalam salah satu bagian iklan, mereka juga menunjukkan Bunga Rafflesia dan Orangutan sebagai kekayaan alam yang dimiliki Malaysia. Malaysia Truly Indonesia. Ingin melihat Bunga Rafflesia dan Orangutan? Tidak perlu jauh-jauh ke Indonesia, mari datang ke Malaysia. Dan keberadaan itu telah mereka nyatakan melalui promosi iklan mereka.

Memang Bunga Rafflesia dan Orangutan tidak hanya ada di Indonesia dan ada juga di Malaysia. Sayangnya, kekayaan itu bagi mereka adalah potensi untuk dilestarikan dan dimanfaatkan, dan bagi Indonesia hanyalah dua dari sekian banyak kekayaan lainnya yang disia-siakan. Pernahkah kita melihat pemerintah mempromosikan Bunga Rafflesia atau Orangutan sebagai objek wisata bagi para penikmat wisata?
Sebagian besar dari kita pasti segera menggelengkan kepala.

Mari berkunjung ke Kebun Binatang Singapura (Singapura Zoo) dan kita nikmati aneka flora dan fauna dunia yang hampir setengahnya hanya tumbuh dan berkembang biak di Indonesia. Harimau Sumatera, aneka jenis ular, ikan, burung, dan tumbuhan. Bahkan Kebun Binatang Singapura itu mengklaim dirinya sebagai salah satu kebun binatang terbesar di dunia yang menyimpan kekayaan flora dan fauna dari hutan hujan tropis. Masih ingatkah kita pelajaran geografi SMP atau SMA yang menyatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki wilayah hutan hujan tropis terbesar di dunia, dan juga disebut sebagai paru-paru dunia. Tapi mengapa salah satu kebun binatang hutan hujan tropis terbesar di dunia justru ada di Singapura, yang besar negaranya lebih kecil dari provinsi terkecil Indonesia?

Ketika Malaysia memakai Bunga Rafflesia dan Orangutan sebagai sumber penghasil devisa mereka, Indonesia justru menjadikan hutan tempat Bunga Rafflesia dan Orangutan sebagai penghasil pemasukan negara. Ketika Singapura justru menyediakan satu lokasi khusus dari wilayahnya yang kecil sebagai kebun binatang serta menjadikan Orangutan sebagai maskotnya, Indonesia justru membiarkan pembantaian terhadap Orangutan ataupun merusak ekosistem tempat tinggal Bunga Rafflesia.

Maka tidak salah jika kita mengatakan Malaysia Truly Indonesia. Karena merekalah yang menyadari potensi kekayaan Indonesia, dan kita hanya menjadi penikmat semata.
Hanya begini-begini sajakah kita?
Mari lakukan sesuatu. :)

Saturday 14 December 2013

Tujuan Sebuah Cita-Cita

Tahun ini pun akan segera berakhir. Hari-hari penuh suka dan duka telah berlalu dan ke depan kita akan menamakan mereka sejarah. Sejarah dari usaha kita untuk mencapai impian dan cita-cita. Sering juga kita menamakannya tujuan hidup kita.

Apakah impian atau cita-cita kita? Lulus SMA, lulus SPMB (atau apapun namanya sekarang), dapat pacar yang pintar, manis, dan puluhan kesempurnaan pacar lainnya, lulus tepat waktu dengan IP 4 kalau bisa 5, bekerja dengan gaji sebesar gaji direktur, menikah dengan primadona, menjadi presiden, ataupun seabrek keinginan lainnya. Impian itu begitu besar, sampai-sampai memaksa kita untuk menetapkan resolusi di setiap awal tahun. Ada yang menyebutnya janji, ada juga yang menggelarinya nazar (tentunya bukan Nazarudin). Apapun panggilannya, resolusi itu adalah buah dari keinginan kita. Dan kita bertekad untuk bisa mencapainya setahap demi tahap.

Tidak jarang kita rela menyakiti diri sendiri untuk mencapai keinginan kita. Tidak tidur semalaman (bisa dibayangkan sakitnya menahan kantuk), menabung (menahan diri untuk membeli hal-hal yang kita inginkan), seharian di luar rumah, stres karena beban pikiran, menolak ikut kumpul-kumpul dengan rekan sepermainan, sampai juga sakit fisik seperti batuk, demam, bahkan tipus atau demam berdarah. Itu semua siap kita hadapi demi meraih impian kita.

Namun, pertanyaan pun muncul. Untuk apakah kita berjuang meraih cita-cita, impian, atau keinginan kita?
Lulus SMA agar bisa melanjut kuliah. Lulus kuliah agar bisa melanjut kerja. Kerja agar bisa mendapat gaji untuk hidup dan menikah, dan seterusnya. Pada akhirnya setiap tujuan itu hanya menjadi tujuan sementara, tujuan sementara yang akan berganti lagi menjadi tujuan sementara lainnya ketika kita sudah mencapai tujuan sementara tersebut. Kita tidak pernah puas mencapai satu tujuan dan terus berjuang meraih tujuan selanjutnya, bahkan terkadang menyimpang dari semestinya.
Suami yang tidak puas beristri satu dan justru sering mencari "jajan" di luar, koruptor yang sudah punya uang banyak namun tetap korupsi, dan fenomena-fenomena lainnya.
Pertanyaannya, sampai tujuan manakah kita baru puas dan berhenti?

Sang filsuf ternama, Aristoteles, ternyata telah menyadari dan mempertanyakannya 2400 tahun yang lalu. Apakah semua tujuan hidup manusia hanyalah tujuan sementara, tujuan yang akan berganti menjadi tujuan baru ketika tujuan sebelumnya sudah tercapai? Tidak adakah tujuan yang abadi? Tujuan yang ketika manusia mencapainya, dia tidak akan berpikir untuk mencari tujuan baru lainnya.

Dan sang filsuf ternyata juga menjawab pertanyaannya sendiri. Tujuan abadi itu memang ada, yakni KEBAHAGIAAN.
Pada hakikatnya, apapun yang dilakukan manusia adalah upaya untuk mencapai KEBAHAGIAAN. Membahagiakan dirinya, orangtuanya, keluarganya, temannya, gurunya, istrinya, masyarakatnya, negaranya, ataupun Tuhannya.

Kita ingin lulus agar membahagiakan orangtua kita yang sudah menyekolahkan kita dari muda. Kita bekerja untuk membahagiakan orangtua ataupun istri dan keluarga kita. Kita mengabdi dengan setia untuk membawa kebahagiaan bagi masyarakat dan negara kita. Kita rajin beribadah dan hidup taat demi menyenangkan Tuhan yang kita sembah.

Menjadi refleksi bagi kita, apakah usaha yang kita lakukan selama ini sudah kita lakukan untuk mencapai kebahagiaan itu? Apakah cita-cita kita memang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan yang sejati, bukan semu dan bisa hilang dimakan waktu?
Ataukah selama ini kita telah berjuang untuk cita-cita yang justru tidak membawa kebahagiaan sejati?

Mari merangkai cita-cita yang berpatok kepada kebahagiaan. Karena tujuan dari cita-cita bukanlah kenikmatan semu, melainkan KEBAHAGIAAN yang sejati. :)