inspirasi

inspirasi

Sunday 15 December 2013

Malaysia Truly Indonesia

Judul yang mungkin akan membuat kening teman-teman berkerut.

Ya, iklan Malaysia Truly Asia kembali memenuhi TV. Masih di bulan Oktober 2013, mereka sudah menayangkan promosi Visit Malaysia 2014. Aneka keindahan alam dan bermacam objek wisata disajikan untuk menggoda minat calon wisatawan. Tawarannya jelas: ingin mengenal dan menikmati Asia, tidak perlu mengunjungi banyak negara, cukup datang ke Malaysia.

Malaysia adalah Asia sebenarnya. Berbagai jenis flora dan fauna ada di Malaysia. Dalam salah satu bagian iklan, mereka juga menunjukkan Bunga Rafflesia dan Orangutan sebagai kekayaan alam yang dimiliki Malaysia. Malaysia Truly Indonesia. Ingin melihat Bunga Rafflesia dan Orangutan? Tidak perlu jauh-jauh ke Indonesia, mari datang ke Malaysia. Dan keberadaan itu telah mereka nyatakan melalui promosi iklan mereka.

Memang Bunga Rafflesia dan Orangutan tidak hanya ada di Indonesia dan ada juga di Malaysia. Sayangnya, kekayaan itu bagi mereka adalah potensi untuk dilestarikan dan dimanfaatkan, dan bagi Indonesia hanyalah dua dari sekian banyak kekayaan lainnya yang disia-siakan. Pernahkah kita melihat pemerintah mempromosikan Bunga Rafflesia atau Orangutan sebagai objek wisata bagi para penikmat wisata?
Sebagian besar dari kita pasti segera menggelengkan kepala.

Mari berkunjung ke Kebun Binatang Singapura (Singapura Zoo) dan kita nikmati aneka flora dan fauna dunia yang hampir setengahnya hanya tumbuh dan berkembang biak di Indonesia. Harimau Sumatera, aneka jenis ular, ikan, burung, dan tumbuhan. Bahkan Kebun Binatang Singapura itu mengklaim dirinya sebagai salah satu kebun binatang terbesar di dunia yang menyimpan kekayaan flora dan fauna dari hutan hujan tropis. Masih ingatkah kita pelajaran geografi SMP atau SMA yang menyatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki wilayah hutan hujan tropis terbesar di dunia, dan juga disebut sebagai paru-paru dunia. Tapi mengapa salah satu kebun binatang hutan hujan tropis terbesar di dunia justru ada di Singapura, yang besar negaranya lebih kecil dari provinsi terkecil Indonesia?

Ketika Malaysia memakai Bunga Rafflesia dan Orangutan sebagai sumber penghasil devisa mereka, Indonesia justru menjadikan hutan tempat Bunga Rafflesia dan Orangutan sebagai penghasil pemasukan negara. Ketika Singapura justru menyediakan satu lokasi khusus dari wilayahnya yang kecil sebagai kebun binatang serta menjadikan Orangutan sebagai maskotnya, Indonesia justru membiarkan pembantaian terhadap Orangutan ataupun merusak ekosistem tempat tinggal Bunga Rafflesia.

Maka tidak salah jika kita mengatakan Malaysia Truly Indonesia. Karena merekalah yang menyadari potensi kekayaan Indonesia, dan kita hanya menjadi penikmat semata.
Hanya begini-begini sajakah kita?
Mari lakukan sesuatu. :)

Saturday 14 December 2013

Tujuan Sebuah Cita-Cita

Tahun ini pun akan segera berakhir. Hari-hari penuh suka dan duka telah berlalu dan ke depan kita akan menamakan mereka sejarah. Sejarah dari usaha kita untuk mencapai impian dan cita-cita. Sering juga kita menamakannya tujuan hidup kita.

Apakah impian atau cita-cita kita? Lulus SMA, lulus SPMB (atau apapun namanya sekarang), dapat pacar yang pintar, manis, dan puluhan kesempurnaan pacar lainnya, lulus tepat waktu dengan IP 4 kalau bisa 5, bekerja dengan gaji sebesar gaji direktur, menikah dengan primadona, menjadi presiden, ataupun seabrek keinginan lainnya. Impian itu begitu besar, sampai-sampai memaksa kita untuk menetapkan resolusi di setiap awal tahun. Ada yang menyebutnya janji, ada juga yang menggelarinya nazar (tentunya bukan Nazarudin). Apapun panggilannya, resolusi itu adalah buah dari keinginan kita. Dan kita bertekad untuk bisa mencapainya setahap demi tahap.

Tidak jarang kita rela menyakiti diri sendiri untuk mencapai keinginan kita. Tidak tidur semalaman (bisa dibayangkan sakitnya menahan kantuk), menabung (menahan diri untuk membeli hal-hal yang kita inginkan), seharian di luar rumah, stres karena beban pikiran, menolak ikut kumpul-kumpul dengan rekan sepermainan, sampai juga sakit fisik seperti batuk, demam, bahkan tipus atau demam berdarah. Itu semua siap kita hadapi demi meraih impian kita.

Namun, pertanyaan pun muncul. Untuk apakah kita berjuang meraih cita-cita, impian, atau keinginan kita?
Lulus SMA agar bisa melanjut kuliah. Lulus kuliah agar bisa melanjut kerja. Kerja agar bisa mendapat gaji untuk hidup dan menikah, dan seterusnya. Pada akhirnya setiap tujuan itu hanya menjadi tujuan sementara, tujuan sementara yang akan berganti lagi menjadi tujuan sementara lainnya ketika kita sudah mencapai tujuan sementara tersebut. Kita tidak pernah puas mencapai satu tujuan dan terus berjuang meraih tujuan selanjutnya, bahkan terkadang menyimpang dari semestinya.
Suami yang tidak puas beristri satu dan justru sering mencari "jajan" di luar, koruptor yang sudah punya uang banyak namun tetap korupsi, dan fenomena-fenomena lainnya.
Pertanyaannya, sampai tujuan manakah kita baru puas dan berhenti?

Sang filsuf ternama, Aristoteles, ternyata telah menyadari dan mempertanyakannya 2400 tahun yang lalu. Apakah semua tujuan hidup manusia hanyalah tujuan sementara, tujuan yang akan berganti menjadi tujuan baru ketika tujuan sebelumnya sudah tercapai? Tidak adakah tujuan yang abadi? Tujuan yang ketika manusia mencapainya, dia tidak akan berpikir untuk mencari tujuan baru lainnya.

Dan sang filsuf ternyata juga menjawab pertanyaannya sendiri. Tujuan abadi itu memang ada, yakni KEBAHAGIAAN.
Pada hakikatnya, apapun yang dilakukan manusia adalah upaya untuk mencapai KEBAHAGIAAN. Membahagiakan dirinya, orangtuanya, keluarganya, temannya, gurunya, istrinya, masyarakatnya, negaranya, ataupun Tuhannya.

Kita ingin lulus agar membahagiakan orangtua kita yang sudah menyekolahkan kita dari muda. Kita bekerja untuk membahagiakan orangtua ataupun istri dan keluarga kita. Kita mengabdi dengan setia untuk membawa kebahagiaan bagi masyarakat dan negara kita. Kita rajin beribadah dan hidup taat demi menyenangkan Tuhan yang kita sembah.

Menjadi refleksi bagi kita, apakah usaha yang kita lakukan selama ini sudah kita lakukan untuk mencapai kebahagiaan itu? Apakah cita-cita kita memang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan yang sejati, bukan semu dan bisa hilang dimakan waktu?
Ataukah selama ini kita telah berjuang untuk cita-cita yang justru tidak membawa kebahagiaan sejati?

Mari merangkai cita-cita yang berpatok kepada kebahagiaan. Karena tujuan dari cita-cita bukanlah kenikmatan semu, melainkan KEBAHAGIAAN yang sejati. :)

Saturday 19 October 2013

Antara Tangan dan Kaki

http://coretandokter.wordpress.com/2012/07/06/45-fakta-unik-organ-tubuh-manusia/

Manakah bagian tubuh kita yang paling penting? Tangan ataukah kaki? Kepala ataukah perut? Apakah mulut yang digunakan untuk mengunyah? Atau hidung yang dipakai untuk bernapas? Apa mungkin rambut atau kulit? Atau teman-teman merasa jantung yang paling penting karena bagian itulah yang memompa darah ke seluruh tubuh kita? Mungkin beberapa dari teman-teman mengatakan tulang karena itulah yang membentuk struktur tubuh kita sehingga memiliki rupa seperti ini? Atau mungkin darah dan syaraf yang menjadi bagian tubuh yang paling penting?

Pertanyaan juga bisa berganti. Manakah yang kurang berguna di antara bagian tubuh ini? Atau pertanyaan bisa lebih jauh, manakah bagian tubuh yang tidak bermanfaat sama sekali? Atau pertanyaan yang lebih dalam lagi, bisakah kaki menggantikan fungsi tangan? Atau otak ganti fungsi jari? Apakah mungkin ginjal mengganti fungsi paru-paru? Ataukah menurut teman-teman kandung kemih bisa menggantikan fungsi tenggorokan?

Saya yakin dengan cepat kita akan menjawab “tidak mungkin”. Setiap bagian tubuh sudah memiliki fungsi dan bentuk yang unik dan khas. Dan setiap bentuk dan fungsi yang unik itu telah membentuk satu kesatuan yang bekerjasama menjadi apa yang kita kenal bersama sebagai tubuh manusia. Dengan lantang kita bisa menjawab “tidak mungkin” pada pertanyaan-pertanyaan saya di atas. Namun, saya yakin beberapa dari teman-teman akan berpikir lebih lama untuk menjawab pertanyaan saya yang lain.

Saya coba berikan latar belakangnya. Setiap kita telah diciptakan unik dan berbeda satu sama lain. Bahkan dua orang yang kembar identik sekalipun pasti memiliki perbedaan di dalam tubuhnya, baik itu fisik, maupun sifat dan karakternya. Tono memiliki fisik yang kuat sehingga dia mahir berolahraga. Alin mempunyai otak yang cemerlang sehingga dia gemar mengotak-atik rumus matematika. Rinto gemar berbicara dan berdiskusi, sehingga kemudian dia memilih memperdalam pengetahuan di bidang hukum. Siska senang membuka dan membaca kitab suci dan kemudian dia ingin belajar lebih dalam di sekolah agama. Setiap kita telah diciptakan unik dan berbeda satu sama lain. Memiliki minat yang berbeda, kegemaran yang berbeda, juga kemampuan yang berbeda-beda.

Dengan latar belakang ini, saya akan memberikan pertanyaan saya. Ketika kemudian Tono, Alin, Rinto, dan Siska bertemu dan bekerjasama dalam melakukan sesuatu hal, apakah Alin kemudian dapat menggantikan peran Tono, atau Rinto menggantikan tugas Siska, dan sebaliknya? Untuk beberapa tugas yang umum dan bisa dikerjakan oleh semua, mungkin peran mereka bisa ditukar. Tapi untuk peran yang lebih unik, dimana hanya masing-masing mereka saja yang mampu mengerjakannya, apakah mereka bisa bertukar peran?

Dan pertanyaan yang sama seperti tubuh manusia di atas, manakah yang lebih berguna? Anto? Alin? Apakah Rinto atau Siska? Atau kalau dibawa ke konteks saat ini, siapakah yang lebih berguna? Apakah saya, Anda, teman Anda, teman saya, temannya teman Anda, atau sahabatnya teman saya?

Tentu Rinto tidak bisa melakukan peran yang unik dari Tono, karena masing-masing mereka punya keunikannya sendiri. begitu juga yang lain. Namun kenyataannya, kita sering kali merasa peran yang kita lakukan lebih baik dari yang orang lain lakukan. Kita menganggap apa yang kita kerjakan lebih bermanfaat daripada yang teman kita kerjakan. Bahkan kemudian kita menilai ketertarikan seseorang akan suatu hal tidak ada gunanya dibanding ketertarikan kita dengan sesuatu hal. Dan sampailah kita pada sebuah kesimpulan, cukup dengan hadirnya kita, atau orang-orang yang karakternya seperti kita, maka berbagai hal akan bisa dilakukan. Atau kesimpulan lainnya, apa yang dilakukan teman kita bisa berguna kalau keunikan teman kita itu seperti keunikan kita. Dan kesimpulan kebalikannya, kalau teman kita itu melakukan seperti keunikannya, dan bukan keunikan kita, maka sesuatu yang dikerjakannya itu tidak akan pernah berhasil.

Mari kita bayangkan bersama. Apakah tubuh layak disebut tubuh kalau keragaman bagian tubuh ini digantikan oleh satu ragam saja, misal kaki saja, atau tangan saja, atau mata saja? Bayangkan teman-teman kalau tubuh kita hanya terdiri dari kaki saja, atau mata saja, atau hidung saja? Bagian mana yang akan melakukan fungsi berjalan? Bagian mana yang melakukan fungsi memegang, atau melihat, atau lainnya? Tentu tubuh itu tidak akan layak disebut tubuh. Dan keindahan dari tubuh manusia akan luntur, ketika keragaman berubah menjadi keseragaman.

Kurang indah apa seorang laki-laki dengan kulit kecoklatan atau kehitaman, dengan rambut ikal ataupun lurus, bola mata yang hitam, dengan kedua kaki, tangan, dan bagian tubuh lainnya? (*maaf teman-teman, untuk teman yang mungkin memiliki kekurangan bagian tubuh, saya tidak ada maksud menyinggung, hanya sebuah analogi saja. Saya yakin Tuhan sudah merencanakan yang terbaik bagi setiap pribadi kita, dengan keunikan kita masing-masing)

Ataupun kurang baik apa lagi seorang perempuan dengan kulit kuning langsat, kecoklatan, atau kehitaman, dengan rambut panjang ataupun pendek, dan berbagai ciri khas tubuh manusia lainnya?

Namun bayangkan jika semua keindahan dan kebaikan itu berganti menjadi mata saja, atau mulut saja, atau perut saja? Tentu membayangkannya hanya akan membuat kita tertawa ataupun mual dan lesu.

Ya, tubuh manusia itu sudah menjadi satu kesatuan yang indah. Begitu juga saya rasa keunikan kita masing-masing akan berguna dan menjadi satu kesatuan yang indah apabila setiap kita mengerjakan bagian keunikan kita, sembari juga yakin bahwa apa yang dilakukan oleh teman, sahabat kita, ataupun orang lain sesuai keunikannya juga bermanfaat bagi tercapainya sebuah tujuan atau cita-cita bersama.

Tentu seorang Anto tidak mampu menggunakan keunikannya sendiri untuk mengubah dunia. Dia harus juga disokong keunikan dari Siska, Alin, Rinto, ataupun saya, Anda, teman saya, dan teman Anda, dan orang-orang baik lainnya.

Tubuh manusia itu menunjukan keindahan dan kebaikan ketika mereka beragam dan saling mengerjakan keunikannya masing-masing. Dan begitu juga saya yakin manusia akan bisa menyatakan keindahan dan kebaikannya apabila setiap manusia bisa saling bekerjasama dengan keunikannya positifnya masing-masing, bukannya saling menjatuhkan dan merasa dirinya yang lebih baik atau lebih berguna. Kurang indah apalagi dunia kalau kita semua bisa seperti ini?

Catatan: Tulisan ini dibuat karena penulis melihat masih adanya fenomena yang terjadi dimana sesama manusia saling menjatuhkan dan menjelekkan satu sama lain. Ataupun merasa dirinya atau kelompoknya lebih baik dan lebih berguna daripada diri atau kelompok orang lain. Padahal Tuhan sudah menciptakan setiap orang dengan unik, dan memberikan rencana yang juga unik kepada setiap individu? Bukankah menjatuhkan ataupun menjelekkan keunikan ataupun sesuatu yang dikerjakan oleh orang lain, sama saja dengan menghina karya Tuhan dan bisa dikatakan menghina Tuhan itu sendiri?


Mari menjadi seperti tubuh kita, harmonis, beragam, dan saling bekerjasama dengan keunikannya masing-masing.

Monday 19 August 2013

Refleksi Kemerdekaan: Negeri Kaya di Tengah Dua Samudera


sumber: http://muhammadsoleh.blogspot.com
Alkisah sebuah negeri di tengah dua samudera. Negeri kaya, makmur alam dan isinya. Telah menjadi bangsa besar sejak ratusan tahun, tapi terpecah-pecah dan mudah dibelah. Tiga ratus lima puluh tahun lamanya menjadi budak di tanah sendiri. Kerinduan untuk menjadi bangsa yang merdeka ternyata telah melahirkan geliat pergerakan dari kaum mudanya. Perjuangan yang selama ini dilakukan dengan senjata secara sporadis dan sendiri-sendiri mulai berganti wujud. Kaum muda negeri ini yang sudah mengecap pendidikan ala Eropa menggunakan metode lain dalam mencapai angan mereka. Gerakan-gerakan intelektual dibangun. Organisasi massa dibentuk. Media cetak mulai digunakan sebagai alat berbagi pemikiran dan gagasan.

Kaum intelektual negeri ini mulai berjejaring. Berawal dari ikatan organisasi satu suku, daerah, dan agama, kaum muda ini kemudian menempuh langkah lanjutan. Mereka mulai membentuk organisasi yang diikat satu bangsa, tanpa lagi melihat latar suku, daerah, ataupun agama masing-masing. Ikatan ini mengikrarkan sumpah, Sumpah Pemuda, pada pertemuan yang mereka lakukan tanggal 28 Oktober 1928. Dan perjuangan sebagai satu nusa, satu bangsa, satu bahasa semakin marak dilakukan oleh kaum muda.

Tahun 1945, bulan Agustus, tanggal 17, merupakan saksi bisu membulatnya tekad menjadi rangkaian kata dalam proklamasi kemerdekaan, sebuah pernyataan tegas untuk menjadi bangsa dan negara yang merdeka dan mandiri; satu nusa, satu bangsa, satu bahasa. Negeri ini, bangsa ini berhasil mencapai kemerdekaannya. Ribuan liter keringat dan darah telah jatuh ke tanah untuk meraihnya, begitu juga puluhan ribu liter menyusul saat mempertahankannya. Sangat besar harga yang harus dibayar untuk sebuah kemerdekaan, tapi ribuan, bahkan jutaan nyawa sudah bertekad berjuang bahkan mati untuk menjaganya.

Para pejuang, laki-laki dan perempuan, telah mengikatkan tekad perjuangan “Merdeka atau Mati” di kepala, lengan, dan hatinya. Mereka bertarung di sela gedung dan rumah. Mereka berjibaku di sawah, kebun, ataupun sungai. Mereka beradu di meja-meja perundingan. Mereka juga bergerilya di tengah rimba-rimba tak terjamah. Pertempuran demi pertempuran dilalui. Perundingan demi perundingan dijalani. Tangis, tawa, hidup, mati berganti-gantian mengisi hari-hari mereka. Semua dilalui dengan gagah berani karena satu semangat; Kita telah merdeka, dan akan terus merdeka.


Apabila ada orang bertanja kepadamoe, berapakah djoemlahmoe?
Maka djawablah: “... KAMI SATOE!”


Enam puluh delapan tahun telah berlalu sejak hari jadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Apakah cita-cita kemerdekaan yakni merdekanya setiap insan dalam bumi pertiwi, menjadi tuan di tanah sendiri, sudah tercapai? Apakah kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan telah menjadi milik seluruh rakyat Indonesia dan tidak hanya sebagian? Apakah pembangunan yang merata sudah dialami oleh setiap daerah? Ataukah ternyata itu semua hanyalah milik segelintir pribadi dan golongan saja?

Nyatanya, perjuangan kemerdekaan belumlah usai. Keringat dan darah yang dulu sudah tertumpah tidak boleh menetes sia-sia. Namun, jangan lagi kita bangunkan para pejuang dari tidur panjangnya dan meminta mereka kembali untuk menyelesaikan permasalahan bangsa saat ini. Biarlah mereka beristirahat panjang karena pengabdian mereka sudah mencapai klimaksnya. Bagian muda-mudi Indonesia masa kini untuk meneruskan semangat dan perjuangan mereka dan menjadi pelopor-pelopor era sekarang. Pelopor dalam berbagai bidang; sosial, ekonomi, teknik, politik, kesehatan, hukum, dan lainnya. Saatnya keringat dan darah kita yang harus tertumpah di bumi pertiwi.

sumber: http://the-otherside-of-history.blogspot.com
Dirgahayu negeriku, jayalah selalu. Sejahtera rakyatnya, adil pemerintahnya, berdaulat negaranya, lestari alamnya.
Selamat hari kemerdekaan.
Salam Pelopor!

*tulisan ini dimuat di www.institutpelopor.org

Wednesday 1 May 2013

Sebuah Cerita Tentang Berbagi


Akhirnya aku menyelesaikan Pertemuan Wilayah 13 bersama Korwil 13 dan saudara2 BPC se-wilayah 13. Hari-hari yang luar biasa dan aku banyak mendapat inspirasi.
Berdosalah aku jika tidak membagikan inspirasi yang aku dapat dari saudara2 GMKI di sini, paling tidak melalui media sosial ini.

Dengan tantangan yang mereka hadapi: harus bekerja dan kuliah sambil melayani di GMKI, mereka masih bisa melakukan pengabdian bagi masyarakat. Teman2 GMKI Dumai mengadakan les gratis Rumah Pintar bagi anak2 di sekitar sekretariat mereka.Padahal teman2 ini juga harus bekerja dan berkuliah. Kegiatan ini rutin dilakukan tiap minggu di sekretariat mereka dan diikuti 20-50an anak kecil.

Teman2 GMKI Pekanbaru juga ternyata mengadakan program bina anak utk mengajar anak2 kecil di daerah Pasir Putih, Pekanbaru. Teman2 ini mengajar di 3 titik dan rutin dilaksanakan minimal 1 x 2minggu. Padahal mereka juga sama seperti kita, harus memikirkan kuliah dan kesibukan lain.

Tidak berhenti di situ, teman2 GMKI Tanjung Pinang juga melakukan hal sama,mengadakan bimbingan belajar gratis untuk anak2 kurang mampu. Pendidikan menjadi sorotan utama dari ketiga cabang ini. Pendidikan memang menjadi salah satu faktor penting meningkatkan kehidupan. Ketimbang meneriaki kegelapan ataupun menunggu orang lain menyalakan lilin, mereka lebih memilih menjadi lilin itu sendiri. :) Pilihan yang jarang diambil di tengah sibuknya aktivitas mahasiswa saat ini, hedonisme yg semakin marak dalam kehidupan mahasiswa, dll. Mereka yang hanya puluhan orang saja dapat memberikan perbedaan. Tidak dapat membayangkan kalau semua mahasiswa punya keinginan yang sama. Pasti luar biasa!

Teman2 GMKI Batam juga membuat perbedaan lainnya. Mereka yang juga harus kerja sambil kuliah gelisah melihat kondisi rakyat yang gitu2 saja. Di tengah kesibukan kuliah dan tuntutan kerja, mereka masih sempat-sempatnya mengadakan pelatihan kewirausahaan untuk anggota dan masyarakat di Batam. Keinginan teman2 ini jelas, suatu saat rakyat di Batam tidak lagi menjadi budak industri tapi mampu mandiri membuat pekerjaan sendiri. Kata mereka, pendidikan yang mereka dapat di kampus tidak membentuk mereka menjadi manusia yang mandiri, justru tetap diarahkan menjadi pekerja. Melalui pelatihan kewirausahaan ini, mereka berharap pemuda Batam berani berpikir mandiri dan kreatif merancang usaha sendiri. Lagi2 sebuah keinginan menyalakan lilin di tengah kegelapan. Rakyat harus bangkit! Aku terharu mendengar semangat teman2 ini.

Terakhir kisah dari teman2 GMKI Padang. Walau mereka tidak terlalu banyak, mereka juga tetap mencoba berpikir melakukan sesuatu yang berguna bagi sesama. Mereka saat ini sedang merancang pengabdian masyarakat ke Mentawai, daerah yang beberapa kali dilanda gempa dan saat ini sangat tertinggal. Teman2 ini ingin melakukan pengembangan masyarakat di bidang pertanian. Mereka berharap rakyat Mentawai dapat bangkit melalui pertanian.

Aku kembali diingatkan, mereka juga mahasiswa yang punya kesibukan, tuntutan keluarga, dan selusin alasan yg membuat mahasiswa malas bergerak. Tapi mereka menolak untuk tunduk pada semua alasan-alasan itu. Mereka lagi2 berusaha menjadi lilin ditengah gelap. Mereka anti kenyamanan selama rakyat masih menangis! Bahkan mereka bersedia 1 bulan tinggal di Mentawai untuk melakukan pengabdian dan pengembangan masyarakat, jauh dari kenikmatan TV, Mall, internet, bioskop,teman2, dll.

Ya, momen bertemu teman2 dari Dumai, Batam, P.baru, Tj.Pinang, Padang menyadarkanku bahwa mereka saja masih sempat-sempatnya memikirkan rakyat. Angan-anganku pun mencapai puncak impiannya. Andai semua mahasiswa punya hati yang sama dengan mereka. Hati yang berduka melihat rakyat yang menangis dan mau menggunakan tangan sendiri untuk menyeka tangisan mereka.
Aku yakin percaya, selain mereka, masih banyak juga anak bangsa, dari daerah, kampus, lembaga, agama apapun yang juga punya hati yg sama, hati yang ingin menghapus tangisan ibu pertiwi, dan dilakukan dengan nyata melalui tindakan. Ya, tidak ada guna meneriaki kegelapan.

Bagaimana teman2, tidak inginkah dirimu ikut serta menjadi lilin-lilin kecil di negeri kita? Pasti akan menjadi gerakan sosial dan gerakan inspiratif yang luar biasa. Bagi yang sudah menjalaninya, tetap semangat melakukan pilihan itu. Rasakan indahnya berbagi susah dan senyum bersama rakyat.

Terimakasih teman2 GMKI Wilayah 13. Kalian telah mengingatkanku lagi arti kata "berbagi". Tetap semangat walau gangguan menghadang. Semoga kisah tentang teman2 ini dapat memberi inspirasi bagi kita semua termasuk aku sendiri. Itu perjuangan mereka, bagaimana perjuangan kita?

Demikian kisah dari teman2 ini. Tidak ada maksud lain selain untuk berbagi inspirasi sesama anak bangsa yang punya tugas membangun negeri ini. Semangat bagi kita semua, mungkin kita belum memulai, tapi tidak pernah ada kata terlambat untuk sebuah perubahan. Mari bangkit. :)

Monday 22 April 2013

Perjalanan Wisata ke Danau Toba: Bermimpi ke Negeri Mimpi, Negeri Para Pemimpi (Bagian 2)

pun memulai pelayaran kami. Kata Sang Nakhoda hanya ditempuh dalam waktu 30 menit saja. Angin di atas kapal sungguh sejuk kawan, membuatmu ingin terlelap dalam tidur. Tidak beberapa lama kemudian kami telah berada di tengah Danau. Aku melihat ke sekelilingku dan apa yang kulihat teman, aku sulit menggambarkannya. Kau harus disini untuk melihatnya. Begitu indah teman, begitu indah. Begitu indah pegunungan yang mengelilingi Danau ini kawan. Sedikit berbeda dengan air di pinggir Danau yang entah kenapa sedikit keruh, air di tengah Danau ini begitu jernihnya, sehingga aku pun berharap ingin meminumnya karena aku yakin air ini pasti menyegarkan. Sayang kapal ini tinggi dan aku juga tidak berani melompat ke Danau ini. Kata seorang penumpang, di beberapa tempat Danau ini memiliki kedalaman hingga 450 meter. Sungguh dalam untuk ukuran sebuah Danau. Bahkan Kapal Feri yang membawa mobil pun ada di Danau ini. Kapal Feri yang biasanya digunakan sebagai transportasi menyeberangi selat, di daerah ini digunakan untuk menyeberangi Danau. Bisa kau bayangkan betapa besar Danau ini kawan. 

Kami pun segera tiba di Pulau Di Tengah Pulau. Seorang anak kapal mengutip uang perjalanan ke setiap penumpang. Seorang penumpang di sebelahku mengeluh. Aku bertanya kenapa. Katanya entah kenapa harga tiket kali ini naik, tidak seperti biasanya. Sepertinya karena adanya kami, yang kelihatan jelas berpakaian tidak seperti penduduk lokal. Aku tidak tahu apa maksud hal ini. Anak kapal itu menghampiriku dan aku pun segera membayar uang perjalananku.

Kami pun tiba di Pulau Di Tengah Pulau. Sungguh indah Pulau ini kawan. Terasa kehidupan lokal di daerah ini yang membuatmu betah untuk menetap disana. Tapi sayang kawan, di  pelabuhan ini banyak sampah yang bertebaran. Mungkin karena ini merupakan kawasan yang sibuk pikirku. Semoga di tempat lain tidak. Tapi ternyata kondisi yang ada tidak jauh berbeda, walau tidaklah lebih kotor dari pelabuhan tadi. Banyak sampah yang bertebaran di jalan. Aku tidak tahu kenapa, mungkin ini hal yang biasa disana, tidak seperti di Dunia Kita. Ya, mungkin seperti itu.

 
Aku dan Para Pemimpi lainnya pun melanjutkan perjalanan kami. Kami menyewa sebuah angkutan kota disana. Perjalanan pun dimulai, aku duduk di sebelah Sang Supir. Sungguh indah pemandangan di kiri kanan jalan teman. Aktivitas penduduk lokal dan para pelancong di suatu kota yang tampaknya merupakan pusat souvenir di Pulau itu. Banyak karya seni yang terpajang disana yang merupakan karya asli para penduduk lokal. Tapi aku juga melihat beberapa karya yang sepertinya merupakan produksi dari luar Pulau Di Tengah Pulau Besar, bahkan di luar Pulau Besar, yang entah karena alasan apa dijual juga di Pulau ini. Padahal menurutku apa yang berasal dari Pulau ini saja sudah sangat menarik, tanpa perlu menjajakan produk dari luar Pulau. Tapi mungkin mereka punya pertimbangan sendiri. Ya, mungkin seperti itu.

Kami tiba di suatu tempat. Huta namanya, tapi aku lupa Huta apa. Butuh kurang lebih 10 menit untuk tiba disana. Tidak lama. Kami pun disambut oleh beberapa orang yang sepertinya merupakan penduduk Huta tersebut. Mereka menawarkan diri untuk menjelaskan kisah panjang tentang kehidupan di Huta tersebut. Oh iya, kami juga dikutip biaya untuk masuk ke dalam. Tidak mahal, hanya seribu perak saja kawan dan kami bisa menikmati keindahan budaya yang berada di Huta tersebut. Sungguh indah Huta ini kawan. Kata seorang sahabat yang di Dunia Kita merupakan pecinta seni, rumah-rumah di Huta ini masih asli dan banyak peninggalan yang sudah berumur beratus-ratus tahun disini. Sang Penduduk Lokal mengisahkan banyak hal kepada kami yang tentunya tidak akan pernah kami dapatkan di tempat lain. Aku lupa membawa catatan untuk mencatat setiap penjelasan yang diterangkan oleh Sang Penduduk Lokal. Kau harus kesini kawan, ya kau harus kesini. Ada Sopo, Jabu, Gorga, Ulos, Tempat Rapat Adat, Tempat Pemasungan, dan banyak hal lainnya. Aku juga mengerti tentang Dalihan Na Tolu disini. Kau harus datang kesini kawan, ya, kau harus datang kesini.

 

Kami kembali melanjutkan perjalanan kami kawan. Kali ini kami pergi ke sebuah daerah. Di tempat ini, setiap harinya ada penampilan tarian yang merupakan budaya di Pulau tersebut. Waktu kedatangan kami tepat. Kami pun bergegas memasuki amphitheater tempat pertunjukan tarian ini. Ada beberapa rumah disana yang menjadi latar. Ada juga para pemain musik yang duduk di lantai dua sebuah rumah. Tarian pun dimulai diiringi permainan Gondang, Sarunei, dan alat musik lainnya. 


Para Penari menari dengan baiknya, tapi sayang kawan, beberapa kali seorang penari mengalihkan pandangannya ke luar, seakan pikirannya tidak disana. Ada juga penari yang umurnya sepertinya sudah tua, tampaknya di atas 50 tahun. Kemana pemuda-pemudi yang lain? Mungkin mereka sedang bekerja, ya, mungkin seperti itu. Tarian-tarian ini memiliki cerita. Dulu mereka ini ditarikan untuk berbagai ritual, namun sekarang tidak lagi. Oh iya kawan, kami sempat diajak menari bersama. Sulit digambarkan dengan kata-kata betapa serunya kondisi waktu itu. Kami mengikuti tarian seorang penari, berjalan, menunduk, menggerakkan kedua tangan kami. Ah, menceritakan ini membuatku jadi ingin kembali kesana. Kau seharusnya ikut menari bersama kami kawan, sayang kau tidak ikut bermimpi bersamaku.

Berlanjut ke bagian ketiga.

Monday 1 April 2013

Perjalanan Wisata ke Danau Toba: Bermimpi ke Negeri Mimpi, Negeri Para Pemimpi (Bagian 1)

Bagian Pertama

Apa kabar, Teman? Bagaimana liburanmu? Semoga menyenangkan di sana. Liburanku juga menyenangkan. Aku ingin cerita, Teman, berbagi tentang kisah perjalananku. Tapi ini bukanlah perjalanan biasa, Teman, karena aku berlibur bukan di Dunia Kita, tapi di Dunia Mimpi. Maukah kau mendengar ceritaku, Teman? Aku harap engkau mau, sambil mengisi waktu luangmu disana.



Beberapa hari yang lalu aku bermimpi. Pagi hari saat itu tapi entah kenapa aku bisa tertidur. Aku bermimpi Teman, bermimpi pergi ke suatu negeri. Kata mereka itu Negeri Mimpi, Negeri Para Pemimpi. Disini sesuatu itu terjadi tidak sesuai dengan yang kita inginkan. Ini bukanlah Negeri Impian, dimana sesuatu yang kita inginkan akan muncul begitu saja ketika kita menginginkan, bukan seperti itu, Teman. Ini Negeri Mimpi, sama seperti ketika kau tertidur dan kemudian tiba-tiba kau sudah berada di suatu tempat dan kau hanya bisa mengikuti apa yang sudah ada disana yang belum tentu sesuai dengan yang kau harapkan, dan ketika kau terbangun, kau kembali berada di duniamu, dan lupa dengan yang terjadi disana. Tapi kali ini aku beruntung Teman, aku masih bisa mengingat setiap peristiwa yang terjadi disana, namun tidak tahu kenapa, aku tidak bisa mengingat nama tempat-tempat yang kukunjungi. Semoga kau bisa membayangkan apa yang akan kuceritakan kepadamu.


Di Negeri Mimpi ini, aku bertemu dengan beberapa sahabat, mereka juga Para Pemimpi. Aku diajak ke sebuah daerah, aku lupa nama daerah ini. Daerahnya luas, berada di dataran tinggi. Dingin di sana, dan ketika kami datang, Kabut sedang tinggi dan mengganggu pandangan mata. Awalnya aku tidak suka di sana karena kondisi ini, tapi alam sepertinya menjawab keluhanku. Tiba-tiba Kabut itu menghilang tanpa jejak dan aku pun melihat apa yang kelihatannya ingin disembunyikan oleh si Kabut. Tempat itu begitu indah Teman, begitu indah. Air yang begitu luasnya, Danau namanya, ditemani banyaknya pegunungan dan ada sebuah pulau besar di tengah-tengahnya. Bayangkan Kawan, sebuah Pulau Di Tengah Pulau. Aku melihat ini semua dari ketinggian dan aku pun menyadari kenapa bahkan Kabut yang begitu baik hati pun sempat berpikir untuk memilikinya sendiri.

Selama beberapa waktu kami menikmati pemandangan ini. Sahabat-sahabatku yang lain bahkan mendokumentasikan pemandangan ini. Entah darimana mereka mendapatkan kamera dan berpikir untuk mengabadikan keindahan alam yang belum tentu mereka dapatkan di Dunia Kita. Hahaha, sepertinya mereka tidak tahu kalau foto yang mereka ambil tidak mungkin bisa dibawa ke Dunia Kita, tapi biarlah mereka melakukannya. Kami pun melanjutkan perjalanan kami memasuki daerah itu. Aku diajak menginap di penginapan di suatu Kota, aku juga lupa nama Kota itu. Letaknya tepat di pinggir Danau dan tinggal berjalan beberapa langkah maka kau akan dapat berenang ke dalam Danau yang indah itu.


Seorang sahabat memanggilku dari pinggir Danau. Ternyata mereka hendak mengajakku berjalan mengelilingi Kota tersebut. Kami pun berjalan. Dengan celana pendek, kaos, dan sendal jepit kami pun menjalani Kota itu. Saat itu malam hari kawan, dan sangat dingin cuacanya. Tapi, entah kenapa, walaupun dingin, aku sangat menikmati keadaan itu Teman. Berjalan di Kota itu, ditemani embusan angin, pohon di kiri kanan, pemandangan malam hari, dan air Danau yang terkadang bersuara, seakan memanggil para pelancong untuk selalu mengingat mereka. Aku sungguh menikmati suasana ini hingga akhirnya kami pun lelah untuk melangkahkan kaki dan memilih kembali ke penginapan kami. Coba engkau bayangkan perjalanan ini kawan. Aku harap kau bisa membayangkannya.

Hari telah pagi dan aku pun terbangun dari tidurku. Beberapa sahabat sudah bangun juga dan beberapa yang memang memiliki jam tidur lebih lama masih terlelap di atas pembaringannya. Setelah semua bangun dan mempersiapkan diri, kami pun beranjak dari penginapan kami untuk sarapan di pinggir Danau. Apakah kau pernah membayangkan Kawan? Duduk di pinggiran Danau; meminum secangkir teh manis ataupun kopi hangat; memakan beberapa gorengan sambil memandang indahnya kolaborasi gunung, danau, alam di sekitarnya dan tidak lupa ditemani dengan angin dan dingin yang sedikit menusuk badan namun membuat kita betah disana. Apakah kau pernah membayangkan, Kawan? Disini tempatnya, di daerah ini. Sayang kau tidak disini, semoga kau bisa membayangkannya.

Setelah kami sarapan, kami pun bergegas pergi ke tempat kapal berlabuh tidak jauh dari sana. Kami hendak menyeberangi Danau itu dan mengunjungi Pulau Misterius yang berada di tengahnya. Kata ibu penjual makanan, kapal itu menyeberang setiap sejam sekali dan hampir saja kami ketinggalan kapal. Kami pun segera naik ke atas kapal dan duduk di lantai paling atas. Angin Danau pun segera menyambut kami dan perjalanan menuju Pulau Di Tengah Pulau pun segera dimulai. Berharap kau berada di sini kawan, menikmati bersamaku semua perjalanan ini.

Kisah ini berlanjut ke Bagian Kedua. :)


Monday 25 March 2013

Kata dan Cipta


Kata dan cipta, dua kata yang tercipta untuk saling melengkapi. Kata yang terucap pada akhirnya harus diciptakan agar menjadi sebuah karya yang nyata, bukan sekedar angan saja. Begitu juga setiap cipta yang terbentuk pasti berawal dari rencana dan kata yang terangkai di pikiran serta ucapan.

Bahkan kisah terbuatnya jagat raya berkait erat dengan kata dan cipta. Sang Maha Kuasa mengucapkan bermacam kata yang agung dan mulia dan kemudian dinyatakan-Nya menjadi berbagai ciptaan yang indah nan unik. Begitu juga beraneka ragam ciptaan yang terbentuk berawal dari rangkaian kata yang keluar dari diri-Nya. Tentu kisah tersebut adalah contoh, bahwa kata sebaiknya diakhiri dengan cipta, dan cipta seyogyanya diawali dengan kata.

"Jadilah...", maka hal itu jadi.

Namun sering kali contoh ini tidak ditiru oleh manusia. Ada yang banyak berkata namun tidak mencoba merealisasikan setiap kata yang diucapkannya. Setiap kata yang diucapkannya pun menjadi sia-sia belaka, tanpa pernah diusahakan menjadi wujud yang nyata. Ada juga yang berusaha membuat bermacam cipta, namun tidak terlebih dahulu merangkai kata-kata yang bisa mendukung terbentuknya cipta tersebut. Akhirnya cipta tersebut tidak berbentuk, tidak berfungsi, ataupun tidak berguna.

Kata dan cipta, dua kata yang tercipta untuk saling mengisi. Bagaimanapun, lakukan yang terbaik. Tidak perlu beribu kata, cukup tunjukkan dengan sebuah cipta. Namun sebuah cipta pun berawal dari ribuan kata. Jadi, bagaimanapun, tetap lakukan yang terbaik. Selalu membara dan berkobar. :)