inspirasi

inspirasi

Monday 22 April 2013

Perjalanan Wisata ke Danau Toba: Bermimpi ke Negeri Mimpi, Negeri Para Pemimpi (Bagian 2)

pun memulai pelayaran kami. Kata Sang Nakhoda hanya ditempuh dalam waktu 30 menit saja. Angin di atas kapal sungguh sejuk kawan, membuatmu ingin terlelap dalam tidur. Tidak beberapa lama kemudian kami telah berada di tengah Danau. Aku melihat ke sekelilingku dan apa yang kulihat teman, aku sulit menggambarkannya. Kau harus disini untuk melihatnya. Begitu indah teman, begitu indah. Begitu indah pegunungan yang mengelilingi Danau ini kawan. Sedikit berbeda dengan air di pinggir Danau yang entah kenapa sedikit keruh, air di tengah Danau ini begitu jernihnya, sehingga aku pun berharap ingin meminumnya karena aku yakin air ini pasti menyegarkan. Sayang kapal ini tinggi dan aku juga tidak berani melompat ke Danau ini. Kata seorang penumpang, di beberapa tempat Danau ini memiliki kedalaman hingga 450 meter. Sungguh dalam untuk ukuran sebuah Danau. Bahkan Kapal Feri yang membawa mobil pun ada di Danau ini. Kapal Feri yang biasanya digunakan sebagai transportasi menyeberangi selat, di daerah ini digunakan untuk menyeberangi Danau. Bisa kau bayangkan betapa besar Danau ini kawan. 

Kami pun segera tiba di Pulau Di Tengah Pulau. Seorang anak kapal mengutip uang perjalanan ke setiap penumpang. Seorang penumpang di sebelahku mengeluh. Aku bertanya kenapa. Katanya entah kenapa harga tiket kali ini naik, tidak seperti biasanya. Sepertinya karena adanya kami, yang kelihatan jelas berpakaian tidak seperti penduduk lokal. Aku tidak tahu apa maksud hal ini. Anak kapal itu menghampiriku dan aku pun segera membayar uang perjalananku.

Kami pun tiba di Pulau Di Tengah Pulau. Sungguh indah Pulau ini kawan. Terasa kehidupan lokal di daerah ini yang membuatmu betah untuk menetap disana. Tapi sayang kawan, di  pelabuhan ini banyak sampah yang bertebaran. Mungkin karena ini merupakan kawasan yang sibuk pikirku. Semoga di tempat lain tidak. Tapi ternyata kondisi yang ada tidak jauh berbeda, walau tidaklah lebih kotor dari pelabuhan tadi. Banyak sampah yang bertebaran di jalan. Aku tidak tahu kenapa, mungkin ini hal yang biasa disana, tidak seperti di Dunia Kita. Ya, mungkin seperti itu.

 
Aku dan Para Pemimpi lainnya pun melanjutkan perjalanan kami. Kami menyewa sebuah angkutan kota disana. Perjalanan pun dimulai, aku duduk di sebelah Sang Supir. Sungguh indah pemandangan di kiri kanan jalan teman. Aktivitas penduduk lokal dan para pelancong di suatu kota yang tampaknya merupakan pusat souvenir di Pulau itu. Banyak karya seni yang terpajang disana yang merupakan karya asli para penduduk lokal. Tapi aku juga melihat beberapa karya yang sepertinya merupakan produksi dari luar Pulau Di Tengah Pulau Besar, bahkan di luar Pulau Besar, yang entah karena alasan apa dijual juga di Pulau ini. Padahal menurutku apa yang berasal dari Pulau ini saja sudah sangat menarik, tanpa perlu menjajakan produk dari luar Pulau. Tapi mungkin mereka punya pertimbangan sendiri. Ya, mungkin seperti itu.

Kami tiba di suatu tempat. Huta namanya, tapi aku lupa Huta apa. Butuh kurang lebih 10 menit untuk tiba disana. Tidak lama. Kami pun disambut oleh beberapa orang yang sepertinya merupakan penduduk Huta tersebut. Mereka menawarkan diri untuk menjelaskan kisah panjang tentang kehidupan di Huta tersebut. Oh iya, kami juga dikutip biaya untuk masuk ke dalam. Tidak mahal, hanya seribu perak saja kawan dan kami bisa menikmati keindahan budaya yang berada di Huta tersebut. Sungguh indah Huta ini kawan. Kata seorang sahabat yang di Dunia Kita merupakan pecinta seni, rumah-rumah di Huta ini masih asli dan banyak peninggalan yang sudah berumur beratus-ratus tahun disini. Sang Penduduk Lokal mengisahkan banyak hal kepada kami yang tentunya tidak akan pernah kami dapatkan di tempat lain. Aku lupa membawa catatan untuk mencatat setiap penjelasan yang diterangkan oleh Sang Penduduk Lokal. Kau harus kesini kawan, ya kau harus kesini. Ada Sopo, Jabu, Gorga, Ulos, Tempat Rapat Adat, Tempat Pemasungan, dan banyak hal lainnya. Aku juga mengerti tentang Dalihan Na Tolu disini. Kau harus datang kesini kawan, ya, kau harus datang kesini.

 

Kami kembali melanjutkan perjalanan kami kawan. Kali ini kami pergi ke sebuah daerah. Di tempat ini, setiap harinya ada penampilan tarian yang merupakan budaya di Pulau tersebut. Waktu kedatangan kami tepat. Kami pun bergegas memasuki amphitheater tempat pertunjukan tarian ini. Ada beberapa rumah disana yang menjadi latar. Ada juga para pemain musik yang duduk di lantai dua sebuah rumah. Tarian pun dimulai diiringi permainan Gondang, Sarunei, dan alat musik lainnya. 


Para Penari menari dengan baiknya, tapi sayang kawan, beberapa kali seorang penari mengalihkan pandangannya ke luar, seakan pikirannya tidak disana. Ada juga penari yang umurnya sepertinya sudah tua, tampaknya di atas 50 tahun. Kemana pemuda-pemudi yang lain? Mungkin mereka sedang bekerja, ya, mungkin seperti itu. Tarian-tarian ini memiliki cerita. Dulu mereka ini ditarikan untuk berbagai ritual, namun sekarang tidak lagi. Oh iya kawan, kami sempat diajak menari bersama. Sulit digambarkan dengan kata-kata betapa serunya kondisi waktu itu. Kami mengikuti tarian seorang penari, berjalan, menunduk, menggerakkan kedua tangan kami. Ah, menceritakan ini membuatku jadi ingin kembali kesana. Kau seharusnya ikut menari bersama kami kawan, sayang kau tidak ikut bermimpi bersamaku.

Berlanjut ke bagian ketiga.

No comments:

Post a Comment