inspirasi

inspirasi

Monday 24 January 2011

Kisah Tentang Mereka

Kisah ini didedikasikan untuk mereka, saudara-saudaraku di Wyata Guna. Kawan-kawan baruku, yang baru kukenal beberapa hari yang lalu. Kisah ini tentang mereka, perjuangan mereka, suka dan duka mereka. Semoga apa yang coba kubagikan ini bisa memberikan arti yang baik bagi kawan-kawan.

Beberapa hari yang lalu, aku dan kawan-kawan mengunjungi sebuah panti yang dikelola oleh Kementerian Sosial, Panti Wyata Guna. Panti ini terletak di Jalan Pajajaran, seberang GOR Pajajaran, dekat Istana Plaza. Begitu sering aku melewati jalan ini sebelumnya, tapi baru kali itu aku mengetahui bahwa itu adalah sebuah panti, panti untuk saudara-saudara kita yang tunanetra. Terimakasih untuk kawan yang telah memberitahukan tentang panti ini kepada kami.

Kami kesana berjumlah 29 orang, dari berbagai kampus di Bandung. Sebelumnya kami dihubungi oleh seorang koordinator disana, Mbak Resty namanya. Dia kuliah di UPI sekarang, angkatan 2006 dan saat ini sedang menyusun skripsi untuk jurusan Sekolah Luar Biasa. Mbak Resty juga seorang tunanetra. Mendengar ini aku sempat sedikit malu, karena aku sendiri masih angkatan 2006 dan parahnya masih belum menyusun skripsi hingga detik itu. Tapi besok harus sudah memulailah, besok hari apa dan tanggal berapa? Ya, besok lah. Hehe, kembali ke topik.

Awalnya kami diminta untuk membacakan buku Matematika dan Bahasa Inggris untuk beberapa orang dan hanya dibutuhkan beberapa orang reader saja. Oh iya, reader itu adalah istilah di panti ini untuk orang-orang yang membacakan buku/cerita kepada mereka. Namun, karena keinginan yang sangat besar dari kawan-kawan, dimana setiap orang mengajak kawannya yang lain, maka terjadilah peristiwa ekonomi “supply lebih banyak dari demand”. Jumlah kami yang datang melebihi kebutuhan yang diminta Mbak Resty. Tapi tidak mengapa kata Mbak Resty. Di panti ini terdapat banyak asrama, dimana setiap asrama ditempati oleh beberapa belas kawan-kawan kita yang tunanetra. Kami diminta untuk mendatangi setiap asrama untuk menanyakan apakah ada yang ingin dibacakan buku/cerita, dan kami pun melakukannya.

Kami dibagi-bagi ke setiap asrama yang membutuhkan reader. Ternyata kawan-kawan yang tinggal disini bersekolah mulai dari SD sampai kuliah dan banyak yang bersekolah di sekolah umum. Di beberapa kamar yang kami masuki, mereka ada yang sedang menggunakan laptop, mengobrol tentang kuliah dengan kawan satu kamarnya, dan banyak aktivitas lain. Kebetulan kami datang di Jumat sore dan ini biasanya merupakan jadwal mereka untuk bersantai. Banyak hal baru yang kami saksikan disini, namun ada beberapa hal yang paling berkesan yang kudapat disini.

Di satu asrama, Asrama Nuri, aku berkenalan dengan Leo, seseorang yang tunanetra. Kami bercerita banyak hal. Leo menceritakan bahwa dia berasal dari Bengkulu dan sampai ke tempat ini kira-kira setahun yang lalu. Dulunya dia bisa melihat dan saat itu sudah kelas dua SMA, tapi kecelakaan menyebabkan penglihatannya menjadi terganggu dan dia hanya bisa melihat dari sisi samping matanya. Selama beberapa lama Leo merasa depresi dan frustasi atas kejadian ini sebelum akhirnya dia dibawa oleh keluarganya ke Panti Wyata Guna ini. Disini dia berkenalan dengan teman-teman yang lain dan mulai bisa menyesuaikan diri dengan kondisi baru yang dihadapinya. Sekarang dia sedang menjalani masa rehabilitasi dan sekolah di kursus pijat yang ada di panti ini.

Leo juga menceritakan, dulu masih banyak kawan-kawan mahasiswa yang sering datang kesana untuk menjadi reader, ataupun sekedar berbagi tawa dengan mereka, namun sekarang itu sudah semakin menurun. Dia merasa senang dan berterimakasih karena masih ada yang mau ingat untuk berkunjung ke panti ini. Aku yang mendengarnya sempat tertegun. Aku juga baru kali ini kesini. Ternyata mereka juga sangat merindukan kawan-kawan yang mau menyisihkan sebagian waktu untuk menjadi reader ataupun berbagi cerita dengan mereka.

Kami pun melanjutkan obrolan kami selama beberapa lama. Aku menanyakan tentang bagaimana kawan-kawan yang bersekolah di luar panti pergi ke sekolahnya. Dia mengatakan bahwa mereka pergi dan pulang sendiri. Itu sudah merupakan hal yang biasa mereka lakukan. Bahkan ada yang berkuliah di Jalan Soekarno Hatta. Hal ini juga baru bagiku dan aku semakin mengetahui bagaimana perjuangan mereka dan bagaimana seharusnya aku bersyukur atas apa yang kudapat selama ini.

Lama kami bercerita hingga kemudian datang seorang teman yang lain, Ensah namanya kalau aku tidak salah. Dia meminta tolong kami untuk mencari frekuensi radio di hapenya. Oh iya, satu hal yang juga baru kuketahui disini, mereka sangat menyenangi musik. Di dalam kamar, di teras rumah, ataupun di jalan asrama, banyak kawan-kawan yang mendengarkan mp3 ataupun radio di hape dan tape mereka. Ensah baru pulang dari BEC, berdua dengan temannya, untuk membeli lagu-lagu yang dicopy ke hapenya dan dia kebingungan folder tempat lagu ini disimpan. Aku dan seorang kawan kemudian mencoba mencarinya sambil mengobrol dengannya. Ensah sangat tertarik dengan musik. Panti Wyata Guna memiliki beberapa alat musik dan Ensah tertarik untuk membentuk kelompok band untuk bermain musik bersama. Namun mereka masih belum fasih bermain musik. “Kapan-kapan datang ya kak, ajarin teman-teman main keyboard dan lainnya”. Ensah sendiri berperan sebagai vokalis. Melihat senyumnya ketika membicarakan tentang musik kembali membuatku tertegun. Betapa dengan keterbatasan mereka, mereka bukannya terlarut dengan depresi, tapi menikmati dan mensyukuri apa yang mereka jalani. Sementara di luar sana, masih banyak orang-orang yang tidak mensyukuri apa yang sudah diterimanya, termasuk mungkin aku sendiri.

Aku kemudian masuk ke satu asrama, Asrama Aster namanya. Di asrama ini ada seorang gadis, Fani namanya, seorang anak yang ceria. Dua orang teman sedang menemaninya mengerjakan tugas Bahasa Inggrisnya sambil sesekali diiringi cerita dan tawa. Setelah selesai menjadi reader, kami berkumpul di asrama ini dan mengobrol dengan Fani. Ternyata Fani hari itu berulang tahun dan kami menggodanya untuk bernyanyi. Kami juga menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun untuknya dan bernyanyi beberapa lagu kesukaannya. Dia selalu tersenyum dan menanggapi dengan ceria. Hal yang dulu kukira tidak mungkin bisa keluar dari seseorang yang tunanetra. Ternyata pendapatku itu salah. Di depan mataku terdapat seorang gadis muda yang dengan keterbatasannya bisa menjalani ini semua dengan senyuman.

Kira-kira setengah jam kami berbagi tawa dengannya namun sayang waktu sudah semakin malam dan akhirnya kami pun kembali ke tempat kami masing-masing.

Banyak kesan, banyak makna yang kudapat dari kunjungan ini, namun ternyata hal itu masih belum berakhir.

Hari ini, hari Minggu, aku diajak oleh dua orang kawan yang kemarin ikut juga kesana untuk berkunjung ke Panti Wyata Guna. Mereka membantu Mbak Resty mengerjakan skripsinya dengan mengetik buku yang dipunyai Mbak Resty. Ada dua buku dengan tebal lebih dari 400 halaman dan semua itu harus diketik untuk Mbak Resty. Karena keterbatasan waktu di hari Jumat lalu, mereka membawanya ke kosan dan mengerjakan di kosan mereka. Seorang teman mengerjakannya sepanjang hari Sabtu dari jam 10 pagi sampai jam 10 malam dan harus menahan godaan mengobrol dengan kawan-kawan sekosan ataupun keluar bersama kawan. Aku yang mendengar ini kembali lagi tertegun melihat pengorbanan seorang kawan ini. Aku sendiri belum melakukan sebesar ini.


Kami pun kembali ke Panti Wyata Guna untuk memberikan soft copy buku yang telah diketik kedua kawan ini. Di depan Asrama Aster, kami berjumpa dengan Fani dan sempat berbincang sebentar. Fani ternyata mengingat kami dan juga mengeluarkan pernyataan yang sekali lagi membuatku tertegun. Ulang tahunnya kemarin adalah salah satu ulang tahun terindah yang pernah dialaminya, dimana ada banyak orang yang bernyanyi untuknya. Senyum terpancar dari wajahnya.

Banyak pengalaman baru yang kudapat dari kunjungan ini dan tulisan ini mungkin belum lengkap untuk menyampaikan itu semua. Pengalaman yang mengajarkan untuk bersyukur atas segala sesuatu yang sudah kuterima hingga saat ini. Dan seharusnya merupakan kewajibanku juga untuk bisa membagikan syukurku ini kepada teman-teman di sekitar. Panti ini sendiri ditinggali berpuluh teman-teman kita yang tunanetra mulai dari SD sampai kuliah dan mereka membutuhkan reader setiap harinya untuk membaca buku pelajaran, cerita, dan berbagi tawa dengan mereka. Banyak hal yang bisa didapat disini. Dimana dengan keterbatasan mereka, mereka bisa berjalan sendiri dengan santai, mengobrol, mengenali suara orang lain, belajar dan mengerjakan skripsi, dan hal-hal lainnya yang belum pernah kubayangkan sebelumnya. Aku juga menyadari bahwa mereka ternyata tidak seterbatas itu dan Tuhan juga membuat apa yang ada di mereka menjadi suatu kelebihan untuk mereka. Sementara aku sendiri, dengan kelengkapan tubuh yang diberikan kepadaku, tidak bisa memaksimalkan itu semua sesuai dengan fungsinya masing-masing.


Tadi sore Mbak Resty menghubungi seorang kawan dan dia menyampaikan bahwa ada 10 orang kawan kita yang sekarang sedang kelas 3 SMA dan saat ini ingin mengikuti SPMB di pertengahan tahun. Mereka mengharapkan ada reader yang bisa membantu mereka belajar pelajaran-pelajaran yang akan diujikan pada saat SPMB nanti. Berdasarkan pengalaman Mbak Resty ketika SMA dulu, biasanya mereka mengadakan pertemuan setiap dua kali seminggu dan setiap pertemuan membahas soal dari satu mata pelajaran. Setiap pertemuan cukup membutuhkan dua reader  saja yang ganti-gantian membacakan soal untuk dikerjakan, dan kemudian kunci jawaban dari persoalan itu.

Apakah teman-teman ada yang berminat untuk menyisihkan sebagian dari waktunya, berbagi dengan kawan-kawan kita dan menjadi reader bagi mereka?
Semoga teman-teman memiliki keinginan itu dan bisa merasakan apa yang telah kurasakan dari kunjungan itu.
Mari berbagi kisah dengan mereka.

Sunday 9 January 2011

Teriakan Minta Tolong di Depan ATM

Sebenarnya ini hanyalah sebuah kejadian kecil yang terjadi saat aku dan keluarga pulang dari memperingati acara keagamaan. Tapi entah kenapa, kejadian yang hanya beberapa menit itu menarik perhatianku dan menjadi salah satu refleksi di malam itu.

Saat itu malam, sekitar jam 11an malam dan kami akan kembali ke rumah. Sebelum ke rumah, kami singgah dulu di ATM dan bapakku turun sebentar untuk menarik uang sementara kami semua tetap di dalam mobil. Tidak lama ketika bapakku sudah masuk ke dalam ATM, sebuah motor dengan dua orang pengendaranya berhenti juga di depan pintu masuk ATM. Orang pertama tetap di dekat motor sementara yang satunya lagi segera masuk ke dalam (ATM nya ada dua buah). Orang yang kedua ini kelihatan mengambil kartu ATM nya dan memasukkannya ke mesin ATM, namun beberapa kali dia melirik ke arah mesin ATM di sebelahnya dimana bapakku sedang mengambil uang disana. Kelihatan ada percakapan dan tidak lama kemudian dia keluar, namun tetap menunggu di luar sambil beberapa kali mengintip ke dalam ruang ATM.

Melihat ini aku, sebagai anak yang berbakti kepada orangtua, pun segera keluar dari mobil untuk memastikan apa yang terjadi. Ketika aku mendekati pintu ATM, orang kedua ini mendekatiku dan menanyakan apa aku akan mengambil uang, kalau memang iya, dia ingin minta tolong transfer uang ke rekening temannya karena isi ATM nya kosong sementara dia hanya mempunyai uang kontan. Namun kubilang kalau aku hanya menemani. Dia masih menunggu sebentar, dan setelah beberapa saat, dia pun pergi bersama temannya. Ketika bapakku keluar, aku bertanya kepadanya dan ternyata bapakku mengalami hal yang sama, bahwa orang itu minta tolong untuk mengirim uang ke rekening temannya namun bapakku menolaknya karena curiga terhadap orang ini.

Kami pun naik kembali ke mobil dan selama perjalanan aku memikirkan kejadian tadi. Apakah kedua orang itu berniat menipu atau memang murni ingin minta tolong? Kalau mereka memang benar-benar ingin meminta tolong, maka kami telah mencurigai orang yang salah. Dan misalkan aku yang berada di posisi mereka, apakah orang lain akan curiga juga kalau aku minta tolong? Apakah kondisi masyarakat sekarang sudah dipenuhi dengan kecurigaan dan kebaikan pun sudah dikalahkan oleh kekuatiran?

Aku pun kembali merenungkan pertanyaan-pertanyaan ini dan muncul pertanyaan terakhir, apakah ke depannya, ketika terjadi kondisi yang hampir sama, pilihan mana yang akan kulakukan? Menjawab permintaan tolongnya, ataukah kecurigaan mengalahkan kebaikan yang seharusnya bisa kulakukan? Apakah kekuatiran akan ‘kejahatan’ membuatku harus juga curiga kepada orang yang sama sekali tidak memiliki niatan jahat?

Aku pun sekarang masih ragu untuk menjawab pilihan yang mana yang kuambil, karena sia-sia semua jawaban yang ideal itu, apabila tanpa adanya tindakan yang sesuai. Sia-sia semua doa kepadaNya agar selalu menjaga dan menyertaiku kalau ternyata setelah aku berdoa, aku masih meragukan Dia telah menjawab doaku dimana keraguan itu kutunjukkan dengan tidak melakukan suatu kebaikan yang tentunya Dia berharap itu aku lakukan dan justru kuatir dan curiga atas sesuatu hal yang belum tentu terjadi. Hanya bisa berharap, semoga aku bisa melakukan apa yang benar-benar sesuai dengan kehendak Allahku.


Friday 7 January 2011

25 Desember, Kasih Allah kepada Manusia


Akhir Desember, akhir dari segala hal tentang ujian serta perkuliahan,dan saat memulai waktu liburan, waktu untuk melupakan segala hal tadi untuk sesaat, mengisi waktu dengan hal-hal yang mungkin jarang dilakukan pada hari-hari biasa. Keluar masuk pusat perbelanjaan bagi para pecinta shopping. Melihat sunrise dari gunung bagi para pecinta hiking. Jalan dengan kawan-kawan, ataupun ke toko buku untuk meminjam ataupun membeli buku bagi para pecinta buku. Untuk aku sendiri, tahun ini kembali bisa pulang ke kampung halaman untuk bisa menghabiskan waktu libur bersama keluarga. Waktu libur ini ternyata bertepatan dengan Perayaan Hari Raya pada tanggal 25 Desember dan kalau dibandingkan dengan beberapa kawan yang tidak bisa pulang dan merayakannya di Bandung, aku dapat merayakannya bersama keluarga. Pada tanggal ini, dan malam sebelumnya, 24 Desember, kami sekeluarga, dan jutaan manusia lainnya merayakan Natal, tanggal yang dipercaya merupakan hari kelahiran Yesus Kristus, atau Isa Almasih, kira-kira 2000 tahun yang lalu. Tapi apakah benar memang tanggal 25 Desember atau 24 Desember malam? Dan apakah makna dari perayaan ini? Hal inilah yang membuatku berpikir beberapa lama, menjadi bahan refleksi dan mencoba menuliskannya disini.

25 Desember, tanggal yang dipercaya merupakan hari kelahiran Yesus Kristus, atau Isa Almasih, sampai sekarang pun masih menjadi kontroversi dan diperdebatkan oleh banyak sejarahwan. Beberapa asumsi muncul dari penetapan tanggal ini. Salah satu contoh adalah bahwa di Israel, pada bulan Desember sedang musim dingin, sedangkan pada saat kelahiranNya 2000 tahun lalu, para gembala sedang membawa domba-dombanya keluar kandang. Apakah mungkin mereka melakukannya pada saat musim dingin? Di dalam Alkitab sendiri tidak terdapat penanggalan yang benar-benar jelas tentang kapan tanggal kelahiran ini. Bahkan sebagai contoh belum satu suaranya semua umat Kristen dalam penetapan tanggal 25 Desember ini, Kristen Ortodoks merayakan Natal setiap tahunnya pada tanggal 7 Januari. Pada hari ini, para Kristen Ortodoks di seluruh dunia sedang merayakan dan memperingati hari kelahiran Sang Juruselamat, Tanggal manakah yang benar? 25 Desember? 7 Januari? Atau mungkin nanti akan bermunculan tanggal-tanggal lain seperti 10 Juni, 8 September, ataupun 1 Maret?

Menurutku sendiri, dan mohon koreksi kalau aku salah karena aku juga masih harus mencari tahu lagi kebenaran dari ‘menurutku’ ini, tanggal bukanlah hal yang esensial. Yang esensial adalah apa sebenarnya yang ada di tanggal itu. Dan ketika kita benar-benar memaknai apa yang ada di tanggal itu, maka tanggal bukanlah menjadi suatu hal yang penting lagi karena makna yang terkandung jauh lebih luas, besar, dan tidak bisa dibatasi oleh satu hari saja. Apakah Natal itu? Kenapa Dia lahir ke dunia ini? Dan setelah kita benar-benar memaknai kedua pertanyaan ini, maka pastinya kita akan bisa menjawab pertanyaan selanjutnya, kapankah Natal itu? Atau mungkin pertanyaan yang lebih tepat, Apakah Natal itu hanya dirayakan pada tanggal 25 Desember ataupun 7 Januari saja?

Apakah Natal itu dan kenapa Dia harus lahir ke dunia ini?
Pada saat masih sekolah minggu, beberapa tahun lalu, ketika aku masih lugu, baik, imut, dan lucu-lucunya, menurutku Natal itu adalah hari kelahiran Yesus yang harus diisi dengan liturgi, kado natal, lilin, lagu-lagu Natal, dan hal-hal lainnya. Dan seiring dengan waktu, aku semakin mengerti apa arti Natal yang sebenarnya. Alasan kedatanganNya yang menurutku akan terlalu panjang apabila dituliskan disini dan karena bukan itu topik utama note ini, marilah masuk ke pertanyaan selanjutnya.

Kapankah Natal itu? Atau mungkin pertanyaan yang lebih tepat, Apakah Natal itu hanya dirayakan pada tanggal 25 Desember ataupun 7 Januari saja?
Kalau aku masih sekolah minggu, aku pasti akan menjawab dengan cepat 25 Desember, ataupun kalau aku merupakan Kristen Ortodoks, maka aku akan menjawab 7 Januari. Tapi apakah memang benar tanggal itu? Seberapa penting kita harus mengetahui kapan tanggal sebenarnya Dia lahir dibandingkan dengan seberapa penting kita harus mengetahui apa maksud sebenarnya Dia lahir ke dunia ini dan apakah kita sudah benar-benar menerima maksud itu? Mana yang lebih penting dan utama?

Apakah kasih yang ditunjukkan oleh Allah kita secara jelas pada Natal ini juga sudah benar-benar kita rasakan? Dan apakah kasihNya itu sudah kita tunjukkan dan lakukan juga kepada keluarga, teman, dan lingkungan sekitar kita, tanpa pandang bulu? Mungkin kita dapat menjawab ‘iya’ untuk dua pertanyaan diatas, dan pertanyaan selanjutnya adalah apakah itu semua hanya dapat kita rasakan ataupun lakukan pada tanggal 25 Desember atau 7 Januari saja, atau mungkin pada bulan Desember saja? Bagaimana dengan tanggal dan bulan lain? Bukankah pada waktu-waktu itu kita juga dapat mensyukuri kasih Allah itu dan juga dapat menunjukkan rasa syukur kita itu dengan menunjukkan kasih kita kepada sesama kita?
Aku pun merenung dan menyadari bahwa aku belum benar-benar melakukan itu dan sering terlena dengan kenyamanan.

Mungkin memang dibutuhkan suatu tanggal sebagai pengingat kita bahwa 2000 tahun lalu pada satu hari, Yesus Kristus atau Isa Almasih telah lahir ke dunia ini, tapi tanggal itu sendiri bukanlah untuk ‘didewakan’ dan akhirnya kita menganggap tanggal itu lebih kudus dari tanggal lain dan melupakan makna penting yang terkandung dari Natal itu sendiri. Seperti yang kualami sekarang, dimana pada 25 Desember tahun ini kembali diingatkan bahwa aku belum benar-benar memaknai Natal itu, yaitu masih belum benar-benar menunjukkan kasih kepada sesama di tanggal-tanggal lain di 364 sisa hari lainnya.

Semoga kita, melalui satu hari di 25 Desember 2010 ini dapat diingatkan lagi dan akhirnya setelah kita ingat, 364 hari lain yang akan kita lewati sebelum mencapai tanggal 25 Desember 2011 akan lebih bermakna dan kita bisa melakukan tanggung jawab kita sebagai orang yang sudah paham akan makna Natal itu sendiri. Mari kita membagikan kasih kita kepada sesama sebagai bentuk rasa syukur kita atas kasih Allah kepada kita.

Walau telat berdasarkan tanggal, tapi tetap belum terlambat dalam hal makna, untuk mengucapkan,
Selamat Natal, kawan.