inspirasi

inspirasi

Thursday 23 June 2011

Kisah Dokter Yo, Penolong Pasien Miskin di Malang

Beberapa bulan lalu melihat sebuah link di satu jejaring sosial. Ketika membukanya, ternyata link tersebut mengisahkan tentang pengabdian seorang dokter di Malang, Dokter Yo nama beliau. Berprofesi sebagai dokter tidak membuat beliau jauh dari masyarakat menengah ke bawah, melainkan justru membuatnya tersentuh tentang kondisi realita yang terjadi di masyarakat sekitarnya. Usaha-usaha dilakukannya untuk melakukan sesuatu bagi mereka. Mulai dari menyekolahkan ratusan anak-anak, pelatihan tarian, perbengkelan, dan hal-hal lainnya. Silakan membuka link ini kawan-kawan untuk mendengar dan melihat kisahnya lebih lanjut.

http://tv.liputan6.com/main/read/3/1048247/0/dokter_yo_penolong_pasien_miskin_di_malang

Beliau berumur 70 tahun ketika liputan ini dilakukan. Jelas, pengabdian sebagai dokter, bidang profesi yang digelutinya dilakukan dengan penuh ketulusan.
Masih adakah dokter-dokter lain yang memiliki pengabdian seperti beliau?
Bagaimana apabila tiba saat ketika beliau harus sampai di ujung jalan pengabdian dan harus kembali menghadap Sang Khalik?Apakah masih ada dokter-dokter lain, ataupun manusia-manusia lain di bidang profesinya masing-masing yang memiliki pengabdian tulus yang sama, yang meneruskan apa yang telah dilakukannya??

Pertanyaan-pertanyaan ini sempat keluar dari benakku pada saat membuka link ini pertama kali.

----------------------------------------------------------------------------------------
---------------------


Tadi malam secara kebetulan menemukan link ini dan secara iseng membuka link itu lagi. Membaca sebuah komentar, dikirim pada tanggal 15 April 2011 yang menyampaikan sebuah informasi yang membuatku tertegun, sang dokter telah menyelesaikan tugas mulianya dan dipanggil menghadap Penciptanya pada tanggal 31 Maret 2011 lalu.
Kisah pengabdiannya telah berakhir dan meninggalkan kenangan indah bagi orang-orang yang mengenalnya.

Lagi-lagi timbul pertanyaan,
Apakah perjalanan pengabdian itu juga telah mencapai ujung jalan yang buntu, ataukah ada yang akan meneruskan jejak sang dokter?
Masih adakah yang akan melanjutkan langkah beliau, melakukan pengabdian bagi sesamanya melalui bidang profesi yang digelutinya?

--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------

Semoga aku yang telah mengetahui jejak perjalanan sang dokter tidak hanya sebatas mengaguminya saja sebagai seorang tokoh yang menginspirasi, tanpa pernah berusaha menjadi seperti beliau. Semoga kelak aku dapat meniru apa yang telah dilakukan beliau.
Semoga juga akan bermunculan Dokter Yo - Dokter Yo muda, yang melakukan sesuatu di bidang profesinya masing-masing.
Semoga apa yang dilakukannya tidak berakhir.
Lagi-lagi semoga, semoga, semoga.
Ya, semoga kisah perjalanan itu masih akan terus dilanjutkan,

Tongkat estafet itu sekarang ada di tangan kita...

Sunday 19 June 2011

Pejuang Gerhana

16 Juni 2011,  
malam dingin jadi saksi, 
hilang putri ayu malam di gemerlap cakrawala. 

           putra alam mengambil bagian,
           sembunyi sang putri untuk sejenak,
           dengan keperkasaannya,
           jauh dari para pemimpi malam.

putri ayu dan putra alam, 
bersenda-gurau berbagi kisah,
seakan hanya berdua, 
membiar sang fajar dan anak,
tersembunyi di gelapnya layar langit.

          para pemimpi berhenti bermimpi,
          mendongak kepala mencari tanda,
          menatap indah putri dan putra, 
          dalam pertemuan akrab dan intim, 
          saat sekali seabad.

dimana sang putri?
pergi sesaat untuk kembali,
memberi keayuan,
menarik sang fajar dan anak,
bersinar di gelapnya langit.

          dimana sang putra?
          kembali ke alam,
          meninggalkan sang putri,
          atau ditinggalkan?
          kosong dalam kehampaan. 

dimana pejuang gerhana? 
diam? 
tanpa kata?
berpaling?
selesai?

   atau

          dimanakah pejuang gerhana?
          kokoh?
          berjuang?
          melangkah?
          hingga akhir?

kemanapun pejuang gerhana,
para pemimpi melanjut mimpi,
berharap terjadi momen,
kembali perjumpaan antara,
sang putri ayu dan sang putra alam perkasa.


    can't be moved or over??

*tulisan ini dipersembahkan untuk seorang teman, pejuang gerhana, pria berinisial SS


16 Juni 2011
malam gerhana bulan
dini hari di kota Bandung

Saturday 4 June 2011

Don't judge the book from its cover, man!

Don't judge the book from its cover!

Kalimat di atas sering kita dengar dalam obrolan ataupun tulisan. Dalam bahasa kita, kalimat di atas dapat diartikan jangan menilai sebuah buku hanya berdasarkan sampul depannya. Jelas, ini sebuah makna konotasi yang bisa diartikan ke dalam berbagai kondisi. Untuk kasus kali ini, saya memakai kalimat ini sebagai konotasi untuk perilaku dasar manusia yang terkadang menilai seseorang hanya berdasarkan tampilan luarnya saja.

Apa pendapat anda tentang seorang pria/wanita yang merokok? Apakah mereka anda nilai lebih rendah dari pada pria/wanita yang tidak merokok? Ya, saya bisa membaca pikiran anda. Tampaknya anda sepakat dengan penilaian itu. Pertanyaan saya, apakah anda dapat memastikan bahwa perilaku/sifat/sikap sang pria/wanita yang merokok itu juga jauh lebih rendah/hina dari pria/wanita yang tidak merokok? Kalau anda menganggukkan kepala anda, ya, sepertinya anda termasuk ke dalam komunitas orang yang menilai sebuah buku dari sampul depannya.

Seorang teman pernah bercerita kepada saya. Juniornya pernah bertanya kepadanya, apakah dia percaya Tuhan. Wow, pertanyaan yang sangat tajam. Saya tertawa ketika dia menyampaikan bagian itu kepada saya. Teman saya ini aktif dalam kegiatan pemuda di tempat ibadahnya. Dia juga aktif menulis tentang agama dikaitkan konteks dan sejauh yang saya kenal, kehidupan rohaninya juga baik. Bahkan saya yakin, juniornya juga mengetahui semua hal ini. Tapi kenapa pertanyaan itu bisa keluar? Dua hal yang belum saya sebutkan, teman tersebut penampilannya sedikit berantakan dan juga perokok. Ya, menurut saya pertanyaan itu muncul karena dua hal ini. Dan ternyata anda juga sepakat dengan pertanyaan itu? Apa yang dilakukannya, aktif di kegiatan pemuda, kehidupan rohani yang baik, dan aktif menulis menjadi sirna karena dua hal terakhir tadi? Anda mempertanyakan itu semua? Anda pikir dia melakukan itu semua supaya kelihatan hebat saja, agar kelihatan eksis di mata orang lain atau ikut-ikut teman saja?
Ya, kembali saya menuliskan, sepertinya anda termasuk ke dalam komunitas para penilai buku dari sampul depannya.

Saya mempunyai seorang sahabat. Awalnya saya tidak terlalu mengenalnya tapi seiring berjalannya waktu beberapa hal membuat kami sering bertemu dan saya pun semakin mengenal pribadi dirinya. Beberapa waktu yang lalu saya pernah mendengar cerita tentang dirinya dari orang lain. Kembali keluar pernyataan unik, bahwa sahabat saya ini bukanlah orang yang beragama. Wow, kembali lagi wow. Lagi-lagi ada orang yang mencoba menyamai Tuhan, menilai seseorang baik atau tidak baik, beragama atau tidak beragama. Sahabat saya ini seseorang yang aktif dalam berbagai hal, aktif di kampus dan komunitas lainnya. Dia juga baik di akademik. Setelah semakin mengenalnya, saya juga mengetahui kalau setiap malam dia sering membaca tulisan-tulisan tentang agamanya dan baik dalam mengatur penggunaan waktu dengan efektif. Dia memang tidak perokok, tapi hal yang belum saya sebutkan, sang sahabat juga memiliki penampilan yang agak berantakan dan banyak bergaul dengan orang yang tidak seagamanya dengannya. Ya, kembali fenomena itu terjadi. Para pengadil buku dari sampul depan!

Saya tidak bermaksud membela para perokok. Tidak, sampai saat ini saya belum berpikir ke arah sana. Tapi bukan berarti itu membuat saya lebih baik dari teman saya yang perokok. Nilai seseorang tidak cukup dilihat dari hal yang sangat kecil seperti itu. Masih banyak aspek-aspek kehidupan yang lebih bernilai tapi dikerdilkan karena satu hal ini saja.

Manakah yang lebih baik, seorang perokok atau pembohong? Menurut saya dan juga ajaran agama saya, tidak ada yang lebih baik, jelas keduanya tidak baik. Tapi karena merokok dilihat orang lain sementara berbohong tidak dilihat, hal ini ternyata berdampak besar pada penilaian terhadap seseorang. Seperti yang saya tuliskan, saya bukanlah seorang perokok. Orang lain juga tahu hal ini dan mungkin saya dikira baik. Tapi tahukah anda bahwa saya seorang pembohong? Bahkan beberapa hari yang lalu saya berbohong kepada teman saya. Tapi karena anda tidak melihat ini, anda mengira saya orang yang baik, sementara rekan saya yang sangat jujur tapi memiliki kebiasaan merokok langsung anda nilai lebih rendah dari saya. Ini sebuah pemisalan, tapi kenyataannya hal ini sering terjadi di tengah kita. Menilai seseorang dari apa yang kelihatan tanpa pernah berusaha mengenalnya dulu lebih dekat.

Masih banyak contoh/pemisalan lainnya. Apakah anda pernah memandang rendah seseorang yang pergi ke tempat ibadah dengan pakaian yang kata orang-orang ‘kurang kain’, atau ‘baju adiknya’? Ya, saya dulu pernah melakukan hal itu dan saya menyesalinya. Apakah anda dapat menjamin bahwa iman anda, ketaatan anda terhadap agama anda lebih baik dari orang tersebut? Tapi karena dia menggunakan pakaian yang minim anda langsung menilai dia rendah? Bahkan Tuhan yang saya sembah saja tidak akan pernah memikirkan hal itu. Saya teringat sebuah kalimat yang sering diucapkan Johannes Leimena yang merupakan sabda Tuhan yang disembahnya, "Siapa diantaramu yang tidak berdosa.. biarlah ia melempar batu terlebih dahulu...". Sepertinya sekarang ini semakin bertambah komunitas pelempar batu. Ah....

Terakhir saya membaca sebuah tulisan. Saya tidak tahu apa tujuan penulisannya tapi ada satu sudut pandang yang saya tangkap dari tulisan itu. Sang penulis mempertanyakan kondisi sekarang ini dimana semakin banyak orang yang mengajak orang lain untuk peduli kepada sekitar, membangun bangsa, ataupun hal-hal serupa lainnya. Yang dipertanyakan adalah apa motivasi dari itu semua? Apakah usaha eksis diri ataupun ikut-ikut teman? Ataupun euforia sesaat? Dan sang penulis juga mempertanyakan jangan-jangan itu semua dilakukan tanpa pernah memahami apa maksud itu semua? Bagaimana mungkin kita mau menjadi terang yang mencerminkan Tuhan ketika kita melupakan siapa itu Tuhan dan siapa diri kita sebagai Anak Tuhan?

Sebenarnya saya malas menanggapi hal-hal seperti ini. Menjawabnya akan kelihatan seperti usaha bela diri ataupun mencari alasan pembenaran. Tapi berkali-kali menahan diri akhirnya tidak tahan juga. Dua pernyataan saya, kenapa pertanyaan itu bisa keluar? Apakah karena orang yang mengajak orang lain itu kelihatannya tidak rohani? Mungkin dia kelihatannya tidak pernah ke persekutuan ataupun penampilannya berantakan dan akhirnya kita menilai bahwa apa yang dilakukannya itu hanya mengangkat nilai diri, ikut-ikut teman ataupun euforia sesaat?!

Siapakah kita sehingga kita bisa menilai motivasi seseorang itu baik atau tidak baik?! Dan pertanyaan “”bagaimana mungkin kita mau menjadi terang yang mencerminkan Tuhan ketika kita melupakan siapa itu Tuhan dan siapa diri kita sebagai Anak Tuhan?” menurut saya sama dengan pertanyaan-pertanyaan di paragraf-paragraf awal kepada teman dan sahabat saya, “apakah percaya Tuhan?”

Apakah seseorang harus KELIHATAN baik, rohani, kudus, rajin beribadah, punya adik persekutuan, dan lainnya baru bisa mengajak orang lain peduli kepada sekitar, membangun bangsa, dan lainnya. Kalau memang harus KELIHATAN seperti itu, wow, lagi-lagi-lagi WOW!, sepertinya sampul depan setiap orang haruslah sama, KELIHATAN baik, rohani, kudus, dan lainnya.

Apakah memang begitu? Sepertinya pertanyaan ini tidak perlu saya jawab karena sepertinya sang penulis ataupun anda yang berpikiran sama dengan sang penulis sudah tahu jawabannya karena mengenal Tuhan lebih baik dan menjalin hubungan dengan Tuhan lebih baik dari teman dan sahabat yang saya sebutkan di paragraf-paragraf awal dan juga termasuk dibanding saya sendiri. Anda sepertinya lebih rajin membuka kitab suci agama anda ataupun berdoa kepada Tuhan anda. Kami sepertinya KELIHATAN tidak seperti itu. Ya, hak anda untuk menilai seperti itu, tapi sekali saya membaca kitab suci agama saya, dan sepertinya sama dengan kitab suci yang anda baca, jelas di sana tidak ada ayat yang membenarkan pemikiran anda itu. Tapi mungkin karena saya hanya membaca sekali saja sementara anda berkali-kali, ya mungkin seperti itu. Maafkan ke-soktahu-an saya.

Satu kalimat yang berhasil saya kutip dari kitab suci itu, "Siapa diantaramu yang tidak berdosa.. biarlah ia melempar batu terlebih dahulu...".

Akhir kata, Don't judge the book from its cover, man!


*maafkan saya kalau saya mungkin sedikit terbawa emosi ketika menuliskan tulisan ini. Anda yang saya maksud disini tentunya bukanlah anda. Tapi anda yang saya maksud adalah anda yang berpikiran sama dengan anda yang saya tuliskan di tulisan ini. Bingung ya? Ya, intinya tulisan ini hanyalah fiksi belaka yang berdasarkan kisah nyata. Apalagi ini maksudnya? ^^