inspirasi

inspirasi

Monday 30 May 2011

Arti Sebuah Oikumene

Di dalam satu ibadah, beberapa rekan keluar dari ruangan segera ketika acara memasuki bagian pujian penyembahan. Ternyata mereka tidak tahan berada di dalam, ibadah itu tidak sesuai dengan aliran dogma yang mereka pahami selama ini. Di kelompok agama mereka, mereka tidak pernah bernyanyi dengan tepuk tangan ataupun mengangkat tangan. Menurut mereka, ibadah haruslah khusyuk dan tenang. Mereka dulu pernah menyampaikan ke pengurus bahwa mereka kurang bisa menerima ibadah seperti itu, tapi tetap saja begitu terus setiap ibadah. Mereka pun berpikir, kenapa para jemaat itu melakukan ibadah yang tidak oikumene dan tidak mempedulikan pendapat kami?

Di satu ibadah lain, beberapa orang mengeluh setelah selesai mengikuti kegiatannya. Mereka merasa ibadahnya masih belum terlalu mengena ke hati setiap jemaatnya. Istilahnya, soulnya belum tersentuh. Seharusnya pujian penyembahannya lebih mengena lagi ke hati. Namun ketika tadi pada saat ibadah mereka berusaha mengekspresikan pujian mereka, jemaat lain justru memandangi dan melarang mereka melakukannya. Kenapa demikian? Kenapa para jemaat itu melarang kami? Mereka tidak melakukan ibadah yang oikumene?

Pertanyaannya, apa makna sebenarnya dari Oikumene?
Menurut Wikipedia, Oikumene adalah peningkatan kerja sama dan saling pemahaman yang lebih baik antara kelompok-kelompok agama atau denominasi di dalam agama yang sama. Dari link www.gbkp.or.id, saya mengutip sebuah paragraf yang secara lebih jelas menggambarkan defenisi dari Oikumene.

Oikumene merupakan manifestasi (penampakan) persekutuan orang Kristen dalam satu tubuh antara sesama denominasi gereja yang memiliki latar belakang dogma dan theologia yang berbeda, baik di wilayah lokal, regional, nasional maupun internasional. Sebenarnya kata Oikumene berasal dari Bahasa Yunani yaitu Oikos yang berarti “rumah” dan “monos” yang berarti “satu”. Yang dimaksud dengan “rumah” adalah dunia ini, sehingga kata oikumene berarti dunia yang didiami oleh seluruh manusia. Karena itu oikumene juga dalam arti manifestasi persekutuan seluruh umat manusia yang memiliki latar belakang budaya, agama yang berbeda (majemuk).

Apakah pertanyaan di awal sudah terjawab? Saya sendiri masih belum puas dengan jawaban dari kedua link tadi. Mari kita cari jawabannya bersama. J


Sebelum menjawab pertanyaan ini, baiklah sebelumnya kita cari defenisi dari toleransi. Apakah toleransi? Menurut KBBI, toleransi artinya sifat atau sikap toleran. Toleran sendiri artinya adalah bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yg berbeda atau bertentangan dng pendirian sendiri.

Pertanyaannya, apa kaitan antara toleransi dengan oikumene?


Menurut saya kedua hal ini jelas sangat berkaitan erat. Oikumene merupakan sikap toleransi. Toleransi  atas adanya perbedaan dogma atau theologia di dalam satu agama yang sama. Toleransi ketika teman satu agama kita beribadah ataupun melakukan sesuatu hal yang sesuai dengan dogma yang diajarkan di kelompok agamanya.

Pertanyaan selanjutnya yang keluar adalah apakah kita benar-benar sudah melakukan hal ini? Memiliki toleransi terhadap rekan satu agama yang berbeda paham/dogma/theologia dengan kita? Apakah kita sudah menjunjung Oikumene?


Miris ketika di luar sana kita berkoar-koar menjunjung tinggi toleransi umat beragama dan pluralisme, tapi di dalam persekutuan kita sendiri, di agama kita, kita ternyata masih mengkotak-kotakkan dogma yang ada. Kita menggerutu ketika tata cara ibadah yang kita ikuti tidak sesuai dengan tata cara aliran kita. Kita kemudian mencap para pelaksana ibadah itu tidak oikumene, tidak mempedulikan aliran agama lain yang juga beribadah di sana. Terkadang kita juga menertawai sesuatu hal yang dilakukan teman kita yang berbeda aliran agama dengan kita. Mungkin kelihatannya itu menyenangkan, tapi bagaimanakah perasaan kita ketika kita yang diberlakukan seperti demikian?


Ketika kita menggerutu suatu tata cara ibadah tidak oikumene, sadarkah kita bahwa justru kita yang tidak oikumene? Atau ketika di suatu persekutuan yang khusyuk kita melihat ada orang yang bertepuk tangan, kita kemudian mencap dia tidak oikumene, sekali lagi, sadarkah kita bahwa kita yang saat itu tidak oikumene!!!

Menurut saya, oikumene adalah saat dimana di dalam satu persekutuan dengan tata cara ibadah aliran A, orang-orang dari aliran lain di tempat itu juga dapat beribadah dengan mengekspresikan diri sesuai alirannya, dan orang dari aliran A bisa menerimanya/menghargainya. Contoh, ketika beribadah di gereja karismatik, orang-orang dari aliran konservatif yang beribadah di sana tetap bisa bernyanyi dengan gayanya, dan demikian juga sebaliknya ketika beribadah dengan tata cara konservatif, orang yang beraliran karismatik tetap bisa beribadah dengan gayanya. Jemaat yang lain tidak boleh memaksakan tata cara alirannya kepada yang lain.

Apakah suatu aliran agama lebih baik dari aliran agama lain? Tentu tidak! Tuhan saja tidak pernah mengkotak-kotakkan aliran agama, bisa dibaca sendiri di Alkitab, apa hak kita sehingga kita bisa menghakimi aliran agama lain??!

Saya seorang jemaat Methodist dan bisa dibilang gereja saya beraliran konservatif. Walaupun demikian, ketika saya beberapa kali ibadah di gereja beraliran karismatik, reform, dan lainnya, saya bisa tetap beribadah dan berekspresi sesuai aliran saya. Dan saya juga menerima orang lain yang beribadah sesuai dengan alirannya. Menurut saya, begitu seharusnya oikumene. Bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yg berbeda atau bertentangan dng pendirian sendiri.


Seperti doa Yesus yang tertulis di Yohanes 17:21, “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku”, kiranya kita tetap satu dan tidak mengkotak-kotakkan.

Agar semua satu adanya, atau dalam bahasa latin, UT OMNES UNUM SINT!!

14 comments:

  1. Good artikel,,, seharusnya banyak orang kristen khatolik dan protestan yang baca.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Banyak yang terpanggil, sedikit yang terpili....
      Banyak yang membaca,,, sedikit yang komen. Ok

      Delete
    2. Terima kasih sudah dibaca ya. Semoga kita semakin memahami arti pentingnya Oikoumene.

      Delete
    3. @Unke: Mungkin kita masih dalam kultur membaca, belum menulis. Hehe.

      Delete
    4. Memang sangat penting bagi kita untuk memperdalam pemahaman kita tentang apa itu "OIKUMENE", sehingga perbedaan paham yang ada dapat dijadikan kekayaan untuk saling mendukung dan melengkapi bukan saling menjatuhkan...
      => Saya suka artikelnya...

      Delete
  2. follow back blog saya ya :) thanks

    ReplyDelete
  3. Apresiasi untuk rubrik anda saya pribadi dapat menerimanya. Gbu

    ReplyDelete
  4. Tahukah anda bahwa gereja kharimatik tidak menerima baptisan gereja arus utama. Pengikut gereja arus utama dilihat sebagai domba sesat yang baptisannya tidak sah karena dilakukan pada waktu bayi dan secara percik (walaupun dilakukan dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus). Oikumene bukan sekedar menyamakan selera dalam tata ibadah atau saling menerima tata ibadah, tetapi penerimaan bahwa "yang lain" itu adalah juga tubuh Kristus, perasaan satu tubuh dan bertubuh satu, apapun cara baptisanya dan teologinya. Trims

    ReplyDelete
  5. Menurut saya, kalau dalam ibadah yang sudah disepakati untuk menjadi ibadah bersama (campuran dari berbagai aliran kristen) seharusnya tidak boleh ada 1 atau lebih unsur aliran tertentu yang tampak lebih kental dalam jalannya ibadah tersebut. Toleransi tidak semudah itu, dan menyatukan tata cara beribadah bukanlah hal yang sepele. Jadi sekali lagi, jika sudah berkomitmen untuk melakukan ibadah Oikumene yang mana menjunjung keseragaman tata cara beribadah, ya sebaiknya tidak ada satu aliran tertentu yang lebih mendominasi dibandingkan aliran yang lain...Hanya pendapat saya saja.

    Btw, artikel yang sungguh menarik. Terima kasih :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. setuju dgn Veronika... bukan hanya cara nya, tapi kata2 khotbah tdk boleh kental juga... ini tak gampang, karna umum nya pembicara tdk sadar kata apa yg clash dgn aliran yg lain....

      Delete