inspirasi

inspirasi

Monday 9 May 2011

Mengasihi Sepenuhnya


(dirangkum dari buku One Month to Live, Kerry & Chris Shook)

Pada hakikatnya, hubungan merupakan hal yang terpenting. Tidak masalah seberapa banyak uang yang kita miliki, di mana kita hidup, atau seberapa banyak mainan indah yang kita kumpulkan. Tidak satu pun dari hal ini yang bisa membuat kita nyaman, menghibur kita, menangis bersama kita, atau mengasihi kita. Hubungan kita dengan orang lain, itulah satu-satunya hal yang bisa bertahan melampaui waktu hidup kita.

Studi Sosial
Allah merancang kita untuk menjalin hubungan baik secara vertikal denganNya maupun secara horizontal dengan orang-orang di sekitar kita. Namun, sekalipun kita memiliki keinginan yang kuat untuk berhubungan dengan keluarga, teman-teman, dan komunitas kita, kita semua mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Harapan, kekecewaan, pengkhianatan, sakit hati, kebohongan, kesalahpahaman – ada begitu banyak halangan untuk mengasihi orang lain dan dikasihi mereka. Tapi, kita diciptakan untuk menjalin hubungan dan bagaimanapun rumitnya, setiap halangan itu haruslah kita hadapi.

Jadi mengapa kita tidak hidup seolah-olah hubungan kita merupakan hal yang paling berarti? Mengapa kita menunggu sampai orang-orang meninggal untuk memberi mereka bunga? Tampaknya ironis bahwa kebanyakan kita menghargai hubungan kita, tetapi tidak menggunakan energi untuk menjalin hubungan dengan sepenuhnya. Dalam aktivitas hidup kita yang berkecepatan tinggi dengan jadwal yang begitu padat, kebanyakan kita cenderung memperlakukan orang lain asal-asalan saja. Satu-satunya masalah adalah tidak peduli seberapa keras kita berusaha mengasingkan diri kita dari orang lain, hal itu bertentangan dengan sifat dasar kita. Kita semua dirancang sebagai makhluk yang hidup melalui hubungan dengan yang lainnya – makhluk sosial, yang ingin menjadi bagian kelompok. Itulah cara Allah menciptakan kita – sesual gambarNya.

Harga Kasih
Kita dirancang untuk menjalin keintiman sosial dan emosional dengan orang-orang di sekitar kita, tetapi kerinduan kita dicemari oleh kecenderungan sikap egois kita yang hanya memikirkan diri sendiri. Pada dasarnya, kedua kekuatan ini terus menerus berbenturan sepanjang hidup kita. Kita ingin mengasihi orang lain, dan sebagai balasannya kita ingin dikenal, disukai, dan dikasihi. Namun, orang-orang mengecewakan kita, melukai kita, dan tidak selalu menanggapi kita dengan cara seperti yang kita inginkan. Akhirnya, kita memutuskan untuk bermain aman, dan memberi tahu diri sendiri bahwa kita sesungguhnya sama sekali tidak membutuhkan mereka, tetapi hati kita memberi tahu hal yang sebaliknya. Bunda Teresa berkata bahwa kesepian adalah kemiskinan yang paling mengerikan. Ia benar – tanpa kasih kita bangkrut secara emosional.

Cinta tidak dapat dibeli, tetapi cinta tentu saja memiliki harga, dan itu disebut pengorbanan. Bahkan dalam hubungan yang terbaik sekalipun, ada rasa kehilangan yang menghantui – bahwa orang lain suatu hari nanti akan pergi meninggalkan kita sendiri. Kita tidak berhenti mencintai orang-orang ini, tetapi hati kita sakit karena kita tidak dapat bersama-sama dengan mereka dan tidak dapat selalu berhubungan dengan mereka hingga akhir. Di mana ada perjumpaan, suatu saat pasti ada perpisahan. Penderitaan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hubungan yang akrab.

Jika kita mau mencintai orang lain, menanggung sakit hati maupun merayakan berbagi kehidupan, kita akan membutuhkan kasih yang lebih besar dari kasih kita sendiri. Kita perlu mengalami kepenuhan kasih Allah bagi kita untuk mati bagi keinginan kita yang egois dan memberi kepada orang lain dengan cuma-cuma. kasihNya begitu besar, bahkan apabila kasih setiap orang di dunia ini dikumpulkan menjadi satu, kasihNya masih jauh lebih besar dari itu. Dengan mengetahui bahwa ada Allah yang memiliki kasih sebesar itu di belakang kita, maka kita akan siap juga untuk mengasihi orang lain dengan sepenuhnya.

Pengorbanan kasih yang terbesar dalam sejarah terjadi melalui kematianNya di kayu salib. Pengorbanan Allah mengingatkan kita tentang cerita seorang yang bekerja mengoperasikan jembatan tarik di sebuah pantai di sebuah kota pelabuhan kecil, setiap hari ia berjalan ke kantor di sebelah jembatan tarik, di mana ia bisa mengontrol pengungkitnya. Ia menarik pengungkit tersebut, jembatan tarik dengan rel kereta di atasnya akan naik, dan kapal yang sangat besar akan meluncur lewat. Kemudian ia menurunkan pengungkit itu, dan jembatan tarik itu akan merendah sehingga kereta bisa menyeberang dengan aman.

Hampir setiap hari anak laki-lakinya yang masih kecil pergi bekerja bersamanya. Suatu hari ketika mereka bersama-sama di sana, ayahnya menerima pesan lewat radio bahwa kereta yang tidak dijadwalkan sedang dalam perjalanan dan ia perlu menurunkan jembatan tarik itu. Ia memandang keluar jendela sepintas ketika ia menyentuh pengungkit itu, dan ia melihat anaknya sedang berada di luar bermain di gir besar jembatan tarik itu dekat pantai. Ia berteriak memanggil anaknya, tetapi anaknya tidak bisa mendengarnya karena semua keributan dan kebisingan dekat air itu.

Laki-laki itu berlari ke kantor dan berlari ke arah anaknya supaya bisa menggapainya dan menariknya ke tempat yang aman, tetapi kemudian kebenaran yang mengerikan menyentaknya. Jika ia tidak segera menurunkan pengungkit itu, kereta itu akan jatuh ke sungai dan ratusan penumpang akan mati. Namun, jika ia menurunkan jembatan itu, anaknya akan terbunuh. Pada detik terakhir, ia mengambil keputusan yang sangat berat, berlari kembali ke stasiunnya, da menarik pengungkit itu, jatuh berlutut dengan kesedihan yang luar biasa karena anaknya tergencet jembatan itu dan mati. Dengan air mata bercucuran di pipinya, ia melihat keluar dan melihat kereta itu melaju dengan aman di jembatan. Ia bisa melihat di salah satu jendela orang-orang sedang makan, minum dan tertawa, sama sekali tidak tahu pengorbanan terbesar yang baru saja ia lakukan sehingga mereka bisa tetap hidup.

Begitulah pengorbananNya yang begitu besar. Ketika kita berpikir tentang apa artinya berkorban bagi orang-orang di sekitar kita, mungkin kita perlu terlebih dahulu memikirkan seberapa besar Allah telah berkorban bagi kita. Karena begitu besar kasihNya kepada kita, Allah akan berkorban sekalipun hanya kita satu-satunya penduduk di dunia ini. Jika hanya kita satu-satunya penumpang di kereta itu, Ia masih akan tetap menurunkan jembatan tarik itu – itulah bukti kasihNya yang besar, mengasihi dengan sepenuhnya.

Dengan kasihNya sebagai fondasi kita, kita bisa menemukan kekuatan baru dalam cara berhubungan dengan orang lain. Kita tidak perlu menuntut balasan kasih dari mereka karena kasih yang kita berikan tidak bergantung pada pengakuan, balasan, dan izin dari mereka. Sama seperti Allah yang mengasihi kita dengan sempurna, tidak menuntut balasan apapun dari kita, begitu juga kita tentunya mengasihi orang lain – bahkan yang tidak kita kenal sama sekali, mengasihi mereka dengan sempurna, mengasihi dengan sepenuhnya.

No comments:

Post a Comment