Tulisan ini dimuat di www.siperubahan.com
Rakyat Indonesia menjadi subjek utama dari pembangunan. Pembangunan
nasional tidak boleh pandang bulu dan harus dirasakan “segenap bangsa
Indonesia” dan “seluruh tumpah darah Indonesia”. Sayangnya, pembangunan
Indonesia masih belum sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa.
Pemilihan Umum yang telah diadakan tiga kali setelah reformasi 1998
sepertinya masih belum menjawab jeritan masyarakat.
Banyak kasus korupsi
yang justru menjerat para pemimpin daerah dan nasional yang seharusnya
menjadi contoh teladan dalam meniadakan praktek-praktek korupsi, kolusi
dan nepotisme yang menjamur pada masa Orde Baru. Para pemimpin di
pemerintahan yang seharusnya memberikan manfaat dan mencerminkan
nilai-nilai kebaikan dan keadilan justru memberikan mudarat dan
menunjukkan citra yang buruk dan tidak adil.
Virus korupsi
Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tahun 2010 telah merilis data yang
menunjukkan bahwa salah satu penyumbang kerugian negara adalah korupsi
keuangan daerah yang dilakukan oknum DPRD dan Kepala Daerah. Fakta ini
telah menjadi evaluasi kritis bagi masyarakat tentang etika moral yang
dimiliki oleh kepala daerah dan oknum-oknum pemerintahan. Ketimbang
melakukan sumpah jabatan mereka dengan berintegritas, mereka justru
mencuri dari kas negara dan kantong penduduk. Bukannya berusaha
melakukan pembangunan yang adil dan merata bagi masyarakat, mereka
justru berusaha memperkaya diri dan golongannya. Nilai-nilai keadilan,
kejujuran, kebaikan, dan integritas telah hilang atau mungkin tidak
pernah ada di dalam diri para pemimpin ini.
Rakyat sendiri sebagai subjek demokrasi nyatanya belum siap untuk
berdemokrasi. Demokrasi menuntut peran aktif dari masyarakat untuk
memilih wakil rakyat dan pemimpin daerah maupun nasional. Namun, kondisi
masyarakat, kemiskinan dan rendahnya pendidikan, membuat mereka mudah
diperalat dan diarahkan oleh oknum-oknum yang berkepentingan. Suara
masyarakat diarahkan untuk memilih calon yang tidak memiliki kapasitas.
Sayangnya, masyarakat tidak mampu mengkritisinya karena faktor perut
(kemiskinan) dan rendahnya tingkat pendidikan mereka. Layaknya virus,
apabila korupsi ini dibiarkan berlarut-larut, akan menyebabkan penyakit
ini semakin sulit untuk disembuhkan, bahkan menyebar ke setiap sendi
kehidupan masyarakat.
Kondisi ini juga setali tiga uang dengan para calon pemimpin. Melihat
faktor psikologis masyarakat yang terkadang menuntut “apa yang
diberikan” saat kampanye, para calon pemimpin ini mengeluarkan uang demi
menjawab permintaan para pemilihnya. Mereka berpikir itu adalah cara
instan untuk mendapatkan suara dari masyarakat. Pemilihan kepala daerah
maupun legislatif akhirnya diwarnai dengan politik uang yang membodohi
masyarakat awam.
Pendidikan Politik
Peran aktif masyarakat sangat besar untuk memilih kepala daerah atau
nasional maupun anggota legislatif karena masyarakat menjadi subjek dari
pembangunan itu sendiri. Masyarakat harus dicerdaskan sehingga tidak
mudah diperalat oleh oknum-oknum yang memiliki kepentingan. Menjelang
pemilihan umum yang tinggal hitungan hari, masyarakat diberi pilihan
yang pelik. Memilih tidak menggunakan hak suaranya karena sudah pesimis
akan hadirnya pembangunan yang ideal, ataukah tetap menggunakan hak
suaranya, namun kembali harus tertipu dan tidak mendapatkan pembangunan
yang sesuai harapannya selama lima tahun ke depan. Layaknya buah
simalakama, kedua pilihan tersebut tidak akan akan memberikan
pembangunan yang adil dan merata bagi masyarakat.
Menjawab itu, pendidikan politik harus dilakukan bagi penduduk yang
miskin dan tingkat pendidikannya masih rendah. Pendidikan politik
menjelang pemilihan umum ini harus diupayakan karena kunci terjadi
pembangunan nasional yang dicita-citakan bergantung kepada hasil dari
pemilihan umum, baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden.
Apabila masyarakat belum cerdas untuk memilih, maka orang-orang tidak
baik akan lebih mudah masuk ke dalam sistem pemerintahan. Oleh karena
itu, masyarakat harus paham dan dicerdaskan sehingga dapat memilih
pemimpin yang tepat.
Masyarakat yang cerdas dalam politik akan mendukung tumbuhnya kehidupan
demokrasi yang diidamkan. Masyarakat yang cerdas dan berintegritas akan
memilih pemimpin yang cerdas dan berintegritas. Beberapa pemilihan
kepala daerah telah menjadi contoh pemilihan yang dilakukan oleh
masyarakat dengan cerdas tanpa terpengaruh dengan politik uang. Kepala
daerah yang terpilih dengan sistem yang baik ini pada akhirnya tidak
punya utang atau janji kampanye kepada para sponsor dan pengusaha yang
memberikan dana kampanye serta tidak perlu korupsi untuk mengganti biaya
kampanye. Pemerintah yang lahir dari pemilihan yang ideal ini akan
fokus pada pembangunan yang diidam-idamkan segenap rakyat Indonesia.
Lembaga-lembaga masyarakat harus berperan aktif melakukan pembinaan dan
pelatihan politik kepada masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap
kinerja pemerintah. Partai politik seharusnya juga melakukan pembinaan
politik terhadap para anggotanya dan tidak hanya mengutamakan
kepentingan partai saja. Partai politik harus mendidik kader-kader
partainya agar memiliki nilai-nilai integritas, keadilan, kejujuran, dan
rasa nasionalisme yang kuat sehingga tidak membedakan suku, agama,
gender, dan golongan.
Pemerintahan baik pusat maupun daerah dipilih dan ditentukan oleh
rakyat. Oleh karena itu, rakyat memiliki peranan penting dalam
menentukan siapa saja yang diberi wewenang untuk menjadi pemerintah.
Menjadi waktu yang tepat bagi rakyat karena pemilihan umum akan
dilakukan beberapa waktu mendatang. Apabila rakyat cerdas memilih, maka
dapat ditempatkan negarawan yang berkeadilan sosial, yang siap membangun
Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Tidak lepas dari itu, setiap rakyat Indonesia harus diajak merefleksi ke
belakang dan melihat jauh ke depan. Tugas membangun bangsa bukanlah
tugas satu-dua hari. Tugas ini juga tidak dapat tuntas hanya dengan
janji-janji saat kampanye ataupun lembaran uang kertas yang dibagikan
menjelang pemilihan. Tugas pembangunan tersebut harus dilakukan
bertahun-tahun dan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki
latar belakang yang baik; berintegritas, jujur, disiplin, bertanggung
jawab, dan memiliki semangat nasionalisme.
Rakyat Indonesia harus bisa menilai dengan kritis dan tidak mudah
dipengaruhi oleh janji dan lembaran uang semata. Kekritisan rakyat
adalah jawaban dalam menentukan pemimpin yang tepat, pemimpin yang
memiliki karakter negarawan yang berkeadilan sosial.
Bagus sekali artikelnya, salam blogwalking.. Berikut ini ada tips melamar pekerjaan:
ReplyDeleteSebelum melamar pekerjaan ketahuilah bahwa pewawancara lebih tertarik pada isi dan design cv yang menarik. Lihatlah Contoh CV yang benar dalam membuat cv anda. Pertanyaan wawancara juga mengacu pada jawaban soal psikotes yang anda kerjakan,
Perhatikan juga contoh surat lamaran kerja yang benar.