inspirasi

inspirasi

Monday 17 October 2011

Bersyukurlah Kita, Kawan


Pak Adang, seorang guru di SMP dan SMA Pasundan, telah mengajar pelajaran bahasa dan budaya Sunda sejak 14 tahun lalu. Penampilan yang rapi dan sifatnya yang ramah seakan menutupi fakta dirinya yang ternyata seorang tuna netra. Kekurangannya dalam melihat tidak membatasi totalitasnya dalam mengajar. Bahkan tidak sebatas pengajar, beliau juga dipercayakan menjadi Wakil Kepala Sekolah. Salut, itu kata pertama yang terlintas di pikiranku ketika mengobrol dengan beliau.

“Pemerintah Bandung tidak memperbolehkan kami menjadi pegawai negeri. Apakah tuna netra itu penyakit? Kami juga berhak membangun bangsa. Teman-teman di Wyata Guna juga enggan keluar dari panti ini. Mereka takut keluar menghadapi masyarakat, dan sudah nyaman dengan kondisi yang ada”, keluhnya.

Ya, tidak perlu membahasnya secara mendalam, kita pun pasti telah menyadarinya, ketidakadilan masih belum melepaskan genggamnya dari bumi pertiwi. Hak asasi manusia Indonesia seakan terkubur, tertulis dengan rapih di dalam setiap butir konstitusi yang menumpuk berdebu di sudut perpustakaan. Sampai kapankah penantian itu; saat ketidakadilan disimpan dalam peti berdebu dan dikubur di bumi terdalam; saat keadilan bisa tegak berdiri, keluar dari kurungannya selama ini?

Mereka saja punya semangat, menikmati keindahan hidup yang sebenarnya ‘melawan’ mereka. Masa kita yang ‘normal’ ini hanya bisa mengeluh dan ‘biasa-biasa’ saja menjalani keindahan hidup di depan mata kita???

Bersyukurlah kita kawan, bisa mendengar dan bisa membaca. Bisa berjalan dan bisa berbicara. Bisa bersekolah dan bisa belanja. Dan kiranya syukur itu tidak hanya kita panjatkan kepada Yang Diatas, tapi juga kepada sesama.

Sang hak masih terus menunggu. Menantikan saat dimana dia bisa terbang dengan leluasa dari ujung barat Pulau We sampai ujung timur pulau Irian. Menikmati Samudera Hindia dari Pulau Rote di selatan dan indahnya pantai Pulau Mianggas di utara. Merasakan suka dan tawa dari setiap anak Indonesia; di pedalaman dan perbatasan, di perkotaan dan pedesaan, di gedung tinggi dan gubuk kumuh.

Ya, sang hak masih terus menanti. Menantikan kita, yang mau bertindak memanjatkan syukur atas kasih Yang Maha Kuasa, dengan mengabdi dan membagikan kasih-Nya kepada sesama.

No comments:

Post a Comment