Opini CePSA ini dirilis pasca pembukaan Konferensi Asia Afrika lalu dan sempat dikutip oleh beberapa media online dan cetak seperti Jakarta Post, Antara, dan Bisnis.com,. Berikut saya lampirkan versi lengkap dari Opini CePSA ini.
Menatap Masa Depan Asia-Afrika Baru
Oleh Sahat Martin Philip Sinurat*
Pidato Presiden Joko Widodo pada pembukaan Konferensi
Asia Afrika 2015 kemarin ternyata mendapat sambutan hangat dari peserta KAA.
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyinggung berbagai permasalahan yang saat
ini sedang terjadi di negara-negara Asia dan Afrika. Beliau juga mengingatkan
esensi KAA 1955, yakni gelora mendapatkan hak hidup sebagai bangsa merdeka dan
menolak segala bentuk imperialisme, serta semangat menciptakan kesejahteraan
dan keadilan bagi segenap rakyat Asia-Afrika.
Dunia saat ini sarat dengan kesenjangan,
ketidakadilan, dan kekerasan global. Beberapa kelompok negara mendominasi
negara-negara lainnya. Sumber daya bumi dihabiskan oleh negara-negara kaya.
Berbagai lembaga keuangan internasional justru dipakai untuk mencekik negara
miskin dan berkembang. Aksi kekerasan secara sepihak dilakukan sekelompok
negara tanpa mendapat larangan berarti dari badan dunia PBB. Presiden Jokowi memandang
pentingnya tatanan dunia baru yang berdasarkan keadilan, kesetaraan, dan
kemakmuran. Dunia membutuhkan kepemimpinan global yang kolektif dan Indonesia siap
memainkan peran global sebagai kekuatan positif bagi perdamaian dan
kesejahteraan.
Mewujudkan Kesejahteraan Asia-Afrika
Pidato Presiden Jokowi yang tegas di hadapan puluhan
delegasi negara Asia-Afrika tentu harus dapat diwujudnyatakan. Untuk mewujudkan
kesejahteraan, negara-negara Asia-Afrika harus berkolaborasi memerangi
kemiskinan dan keterbelakangan serta memacu pertumbuhan ekonomi.
Menurut Prof. W. A. Lewis, pendorong utama pertumbuhan
ekonomi ialah upaya untuk berhemat, peningkatan pengetahuan dan penerapannya di
bidang produksi, serta peningkatan jumlah modal. Negara Asia-Afrika yang lebih maju perlu menjalin kemitraan dengan
negara lainnya untuk penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna. Hal
ini penting karena kebanyakan negara Afrika-Asia masih tertinggal jauh dalam penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi. Kemitraan yang terjalin ini
harus saling menguntungkan sehingga setiap negara saling bergantung dan
terdapat relasi yang setara di antara masing-masing negara.
Pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan juga
membutuhkan penerapan tata kelola pemerintahan (good
governance) yang baik. Sayangnya, sebagian besar negara-negara
Asia-Afrika masih dilanda konflik dan gejolak internal. Akibatnya pemerintahan
tidak dapat berjalan dengan baik dan pembangunan masih jauh dari harapan ideal.
Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik,
Indonesia bersama negara-negara Asia-Afrika lainnya harus berperan aktif
menyelesaikan berbagai permasalahan yang melanda negara-negara Asia-Afrika.
Keterlibatan negara-negara Barat dalam penyelesaian konflik harus diambil-alih
oleh negara-negara Asia-Afrika. Negara-negara Asia-Afrika harus dapat
menyelesaikan permasalahan rumah tangganya sendiri tanpa terlalu bergantung pada
negara-negara kaya dan maju. Dengan ini tidak timbul ketergantungan antara
negara Asia-Afrika dan negara kaya dan maju sehingga bangsa-bangsa Asia-Afrika
dapat berdiri sejajar sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Produk Domestik Bruto (PDB) kedua benua ini pada 2014
mencapai 51 persen dari PDB dunia. Jumlah penduduk Asia-Afrika mencapai dua
pertiga dari total penduduk dunia. Jalur perdagangan di kedua benua ini padat
dan rawan akan gangguan keamanan dan ketertiban. Prof. Cairncross menyatakan
bahwa pembangunan bukanlah sekedar masalah memiliki sejumlah besar uang atau
semata-mata fenomena ekonomi. Ia mencakup semua aspek perilaku masyarakat,
termasuk penegakan hukum dan ketertiban. Pendapat Prof. Cairncross ini harus
menjadi sorotan utama negara-negara Asia-Afrika. Semua negara Asia-Afrika harus
bekerjasama mewujudkan jalur perdagangan dan transportasi Asia-Afrika yang
damai dan aman, baik darat, laut, maupun udara.
Indonesia,
India, dan Afrika Selatan sebagai Jembatan Asia-Afrika
Salah satu semangat KAA 1955 adalah menolak
pembentukan dua blok ideologi: Blok Barat di bawah pimpinan Amerika Serikat
yang liberal dan Blok Timur di bawah pimpinan Uni Soviet yang komunis. Saat
ini, pertarungan dunia tidak lagi berkutat pada blok ideologi saja melainkan
juga ekonomi. Blok ekonomi dunia terbagi atas blok AS dan Blok Cina Rusia.
Sejalan dengan visi KAA, pemerintah Indonesia saat ini
harus tetap berpegang pada kebijakan politik bebas aktif. Indonesia tidak perlu
terjebak di tengah pertarungan ekonomi dua raksasa dunia, Amerika Serikat dan
Republik Rakyat Tiongkok. Ketimbang berpihak pada salah satu kekuatan,
Indonesia sebaiknya membangun kekuatan ekonomi non-blok di antara negara-negara
Asia-Afrika.
Indonesia, India, dan Afrika Selatan yang memiliki
tren pertumbuhan ekonomi yang positif dapat menjadi motor bagi kekuatan ekonomi
non-blok tersebut. Negara-negara Asia-Afrika harus melawan imperialis-kolonialis
modern yang menjajah dengan kekuatan ekonomi. Ketiga negara ini dapat menjadi
jembatan bagi terwujudnya kekuatan ekonomi baru Asia-Afrika yang damai, adil,
dan setara.
India yang jumlah penduduknya terbanyak kedua di dunia
adalah negara dengan ekonomi terbesar kesembilan di dunia berdasarkan produk
domestik bruto (PDB). Bersama dengan Afrika Selatan, India merupakan anggota
G-20 dan anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) yang
saat ini memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat. Sektor industri Afrika
Selatan sangat maju dan merupakan negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi
terbesar ke-25 di dunia. Data Bank Dunia menyebutkan pendapatan domestik bruto
Afrika Selatan pada 2013 mencapai US$ 366,1 miliar. Capaian ini mendudukkan
negara tersebut sebagai negara berpendapatan tinggi.
Indonesia adalah negara
demokratis terbesar ketiga di dunia dan negara mayoritas muslim terbesar di
dunia. Peran aktif Indonesia dalam KAA, Gerakan Non Blok, dan Organisasi
Kerjasama Islam (OKI) memberikan nilai tersendiri bagi Indonesia di mata
negara-negara Asia-Afrika. Indonesia dan sebagian besar negara Asia-Afrika
selama ini memiliki kesamaan kepentingan, baik dalam bidang ekonomi maupun
politik sehingga bisa dijadikan dasar motivasi untuk meningkatkan hubungan
kerjasama.
Ketiga negara ini,
Indonesia, India, dan Afrika Selatan adalah jembatan yang paling tepat
menghubungkan negara-negara Asia-Afrika. Kekuatan ekonomi non-blok Asia-Afrika
dapat menjadi kekuatan ekonomi baru selain hegemoni ekonomi dari AS, China, dan
negara-negara kaya lainnya.
Menteri Luar Negeri RI,
Retno Marsudi mengatakan bahwa Asia is engine of global growth, dan Africa is continent of hope. Negara-negara di kedua benua ini ke depannya harus
menjalin investasi dua arah yang saling menguntungkan satu sama lain. Saatnya
negara-negara Asia-Afrika berkolaborasi dan mewujudkan cita-cita bersama yang
dirangkum Presiden Soekarno pada pidato pembukaan Konferensi Asia Afrika, 60
tahun silam. Let a New Asia and a New Africa be Born!
*Penulis saat
ini sedang menyelesaikan magister di Studi Pembangunan ITB dan merupakan Direktur
Eksekutif Centre for People Studies and Advocation (CePSA)