inspirasi

inspirasi

Sunday 1 May 2016

Menjadi Pendamai

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita terlibat pertikaian dengan orang lain. Sakit hati, dendam, kekecewaan, amarah, dan banyak hal lainnya menjadi biang keladi dari permusuhan. Kedamaian seakan jauh dari kehidupan kita. Kita bertikai dengan teman, guru, tetangga, bahkan keluarga atau orangtua kita sendiri.

Yesus datang ke dunia untuk memberikan kasih dan membawa kedamaian bagi setiap orang. Dia datang tidak hanya untuk mengajarkan apa kasih itu, tapi juga menunjukkannya melalui kehidupan-Nya. Dia hidup di dunia bukan hanya untuk meminta manusia mewujudkan kedamaian, tapi Dia juga mencontohkannya. Yesus meruntuhkan setiap tembok yang berusaha membelenggu hadirnya kedamaian di tengah kehidupan manusia.

Dia mendamaikan perselisihan antara orang Yahudi dan orang Samaria dengan meminum air dari timba perempuan Samaria (Yoh 4: 1-42). Yesus mendamaikan para penderita kusta dengan masyarakat Yahudi yang terikat hukum adat dimana para penderita kusta harus disisihkan dan dikeluarkan dari kota (Luk 5: 12-16, Luk 17: 11-19). Yesus juga memberi kedamaian kepada orang-orang yang dianggap sebelah mata; para pemungut cukai, pelacur, janda, anak-anak, orang buta, lumpuh, dan lainnya. Yesus menunjukkan bahwa kasih dan kedamaian harus dirasakan oleh setiap orang. Dan diakhir hidupnya, sebagai puncak dari perjalanan hidupnya, Yesus menjembatani hadirnya kedamaian antara manusia dengan Penciptanya. Yesus mendamaikan manusia dan Allah, dengan mati di kayu salib dan bangkit pada hari ketiga. Maka nyatalah bahwa kehidupan Yesus adalah kehidupan yang menghadirkan kasih dan damai antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitarnya, dan paling utama, manusia dengan Allah.

Sayangnya, dalam kehidupan kita sekarang ini, ketimbang menjadi seorang pendamai, kita lebih senang menjadi pembuat onar ataupun penyulut kemarahan. Kita mengganggu, menghasut, ataupun menjelekkan orang lain. Terkadang kita juga mendiamkan perselisihan ataupun permasalahan yang terjadi di sekitar kita. Kita membiarkan keluarga kita saling bertengkar, teman kita saling menjatuhkan, ataupun lingkungan kita tercemar. Kita malah merasa puas dengan berdiam diri dan terhanyut dalam aktivitas pribadi kita.

Kehidupan Yesus sebenarnya telah memberi pelajaran hidup yang dapat kita lakukan dalam kehidupan kita. Mungkin selama ini mudah bagi kita untuk sakit hati, dendam, kecewa, dan marah kepada orang lain. Tapi, sejak kita mengenal dan memahami kehidupan Yesus, maka seharusnya kita dapat menguasai diri kita dan berbuat kebaikan yang membawa damai. Yesus telah menjadi pendamai dalam wujud manusia. Kehidupan Yesus dalam wujud manusia telah menjadi teladan nyata bagi kita, bahwa manusia yang tidak sempurna pun dapat menjadi pendamai seperti Yesus.

Maka genaplah keinginan Yesus Sang Pembawa Damai, bahwa setiap orang yang belajar dari kehidupan-Nya akan menjadi agen-agen pembawa kedamaian bagi dunia. Pembawa kedamaian bukan berarti diam ketika ada masalah di sekitarnya. Namun pembawa kedamaian harus berani bicara benar walaupun orang lain tidak suka dengan apa yang akan dikatakan, ataupun berani bertindak benar walau tidak sesuai dengan keinginan lingkungan kita. Karena Yesus berdamai bukan dengan diam melihat permasalahan, tapi berpikir, berbicara, dan bertindak melawan tirani; melawan orang Farisi, hukum adat, kematian, dan hal-hal lainnya.

Jika keluarga kita sampai sekarang masih sering bertengkar, kita tidak hanya diam, namun menenangkan dan mendamaikan keluarga kita. Saat rekan kita saling menjelekkan, kita tidak ikut-ikutan menjelekkan melainkan menjadi penengah di antara mereka. Waktu teman kita dikucilkan karena ketahuan berbuat salah, kita seharusnya tetap berteman dan membantu teman kita untuk berubah menjadi lebih baik. Bahkan jika kita melihat orang lain bahkan pemerintah melakukan ketidakadilan terhadap orang lain, kita berani untuk bersuara dan menyatakan apa yang dilakukan orang lain atau pemerintah ini merupakan hal yang salah.


Menjadi pendamai merupakan panggilan setiap orang percaya. Kita tidak bisa membantah atau menolak kewajiban kita menjadi pendamai. Lingkungan dan masyarakat di sekitar kita saat ini banyak mengalami tantangan dan permasalahan. Maukah kita menjadi pendamai bagi mereka?