inspirasi

inspirasi

Monday 28 March 2011

Menjejak di Bumi, Berperan dalam Komunitas

Menurut Muhammad Hatta, tugas perguruan tinggi adalah membentuk manusia susila dan demokrat yang:
1. Memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakatnya.
2.Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan.
3. Cakap memangku jabatan atau pekerjaan dalam masyarakat.

Ungkapan pemikiran Hatta di atas dapat disederhanakan dengan kata-kata bahwa tugas perguruan tinggi adalah membentuk insan akademis. Insan akademis yang dimaksud di sini adalah insan yang memiliki dua peran. Pertama, peran untuk selalu mengembangkan diri sehingga menjadi generasi yang tanggap dan mampu menghadapi tantangan masa depan. Kedua, peran yang akan muncul dengan sendirinya apabila mengikuti watak ilmu itu sendiri. Watak ilmu adalah selalu mencari dan membela kebenaran ilmiah. Dengan selalu mengikuti watak ilmu ini maka insan akademis mengemban peran untuk selalu mengkritisi kondisi kehidupan masyarakatnya di masa kini dan selalu berupaya membentuk tatanan masyarakat masa depan yang benar dengan dasar kebenaran ilmiah. Dengan pemaparan ini maka secara teknis, keseluruhan proses pendidikan di perguruan tinggi ditujukan untuk membantu atau memberi alat pada mahasiswa untuk menjawab tantangan masa kini dan masa depan. Selain itu pendidikan juga ditujukan untuk membantu mahasiswa menentukan visinya tentang tatanan masyarakat masa depan yang baik menurut kaidah ilmiah.

Mahasiswa sendiri juga harus ikut serta mendidik dirinya sendiri (learning by themselves) dengan tetap berpedoman pada nilai kebenaran ilmiah. Mereka harus senantiasa melakukan kritik dan koreksi atas dirinya sendiri. Apabila itu semua dilakukan dengan segala kesadaran, maka rasa tanggung jawab sebagai insan akademis akan tertanam. Dalam alam yang merdeka ini mahasiswa menemui suasana yang baik untuk membentuk karakter akademiknya, yaitu kebenaran, keadilan, kejujuran, dan kemanusiaan. (Konsepsi Kemahasiswaan ITB).
Inilah gambaran pemahaman tentang mahasiswa dan kemahasiswaan.

Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan juga apa definisi dari Mahasiswa Kristen. Mahasiswa Kristen adalah seseorang yang sedang berperan sebagai mahasiswa, dimana peran yang sedang dijalankannya ini didasarkan pada nilai-nilai Kekristenan. Seseorang ini memiliki peran yang tidak berbeda dengan mahasiswa lainnya. Dia harus selalu mengkritisi kondisi kehidupan masyarakat di masa kini dan juga berupaya membentuk tatanan masyarakat masa depan yang benar. Namun dasar kenapa dia berperan seharusnya berbeda dengan mahasiswa lainnya, dimana perannya sebagai mahasiswa seharusnya dilakukan sebagai tindakan nyata iman dan ketaatannya kepada Sang Pencipta.

Mengapa demikian?
Sebagai umat Nasrani yang telah mengetahui Berita tentang Kasih Anugerah yang sangat besar itu, sudah selayaknya setiap orang Kristen menjalankan panggilannya, tujuan hidupnya, sesuai dengan perannya masing-masing di dunia ini. Setiap orang Kristen seharusnya menjadi berkat melalui hidupnya, menjadi terang dan garam bagi dunia, menjadikan hidupnya kesaksian yang nyata tentang betapa besarnya penyertaan Allah kepada setiap manusia. Setiap orang Kristen harus menjalankan nilai-nilai kebenaran yang telah diajarkan olehNya, dan sebagai seseorang yang sedang menjalankan kehidupan sebagai mahasiswa, sudah seharusnya seorang pemuda Kristen juga menjadi terang dan garam melalui kehidupan kemahasiswaannya.

Pahlawan Nasional Johannes Leimena pernah mengatakan bahwa umat Kristen memiliki dua kewarganegaraan, warga kerajaan surga dan warga negara dunia. Peran yang dilakukan dari kedwiwarganegaraan ini haruslah seimbang, tidak timpang salah satu. Kadangkala seorang mahasiswa yang memiliki KTP Kristen masih belum benar-benar memahami hal ini. Banyak mahasiswa berKTP Kristen yang begitu aktifnya dalam hal-hal horizontal, namun melupakan vertikal, dan tidak kalah banyaknya juga mahasiswa berKTP Kristen yang begitu khusyuknya dalam hal vertikal namun tidak menyadari perannya dalam hal-hal horizontal. Seharusnya kedua hal ini dilakukan seimbang, sama seperti Hukum Terutama yang telah diajarkan oleh Yesus, Kasihilah Tuhan Allahmu, dan Kasihilah sesamamu manusia.

Begitu banyak permasalahan yang sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan bangsa saat ini, dan merupakan peran pemuda Kristen untuk bisa menjadi terang dan garam, menjadi jawaban atas setiap permasalahan yang ada di berbagai bidang kehidupan. Tugas ini harus sudah dijalankan sejak dini, sejak mahasiswa melalui perannya di kuliah, organisasi, dan kehidupan bermasyarakat. Seorang penulis Kristen, Yonky Karman, menyatakan di sebuah seminar, “Apakah Injil hanya berurusan dengan masuk surga, sementara kita masih hidup berpuluh-puluh tahun di dunia. Apakah bukan tugas kita untuk melakukan sesuatu di dunia, yang telah Tuhan titipkan kepada kita?”.

Saturday 26 March 2011

Peduli itu Harus Nyata

Tulisan ini dikutip dari buku Isu-Isu Global karya John Stott. Tulisan yang ketika aku pertama kali baca, sejenak membuatku terdiam dan bertanya kepada diriku, apa aku juga seperti sang perempuan tuliskan. Kadangkala kita merasa hubungan kita begitu baik dengan-Nya, tanpa menyadari bahwa kita lupa pada hukum kedua yang juga terutama, yakni 'Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri'. Semoga tulisan ini bisa membuat kita kembali tersadar akan peran kita, sama seperti yang kurasakan ketika membaca tulisan ini. Selamat membaca.

_________

Ada seorang perempuan malang yang tidak punya tempat berteduh, melapor kepada pendeta akan kondisinya, namun dengan mimik tulus dan serius, namun terlalu sibuk untuk langsung membantu, pendeta itu berjanji akan mendoakannya. Dengan sangat kecewa, perempuan itu meninggalkan gereja, dan menuliskan sajak ini.

"Saya kelaparan,
dan anda membentuk kelompok diskusi untuk membicarakan kelaparan saya.

Saya terpenjara,
dan anda menyelinap ke kapel anda untuk berdoa bagi kebebasan saya.

Saya telanjang,
dan anda mempertanyakan dalam hati akan kelayakan penampilan saya.

Saya sakit,
dan anda berlutut menaikkan syukur kepada Allah atas kesehatan anda.

Saya tak mempunyai tempat berteduh,
dan anda berkotbah kepada saya tentang kasih Allah sebagai tempat berteduh spiritual.

Saya kesepian,
dan anda meninggalkan saya sendirian untuk berdoa bagi saya.

Anda kelihatan begitu suci, begitu dekat kepada Allah.
Tapi saya tetap amat lapar -dan kesepian- dan kedinginan."

Wednesday 23 March 2011

Lagi-lagi dengan tema yang sama, Lebih baik menyalakan sebatang lilin


Tulisan di bawah ini dikutip dari buku One Month to Live (Apa yang akan Anda lakukan jika waktu hidup Anda tinggal 30 hari?) karya Kerry & Chris Shook. Selamat membacanya dan semoga mendapatkan makna penting yang terkandung di dalamnya.


Kekuatan Satu Orang

Seorang pengusaha yang mengunjungi komunitas resort suatu hari meninggalkan hotelnya pagi-pagi benar untuk berjalan-jalan. Ketika ia sampai di garis pantai, ia melihat sesuatu yang mengherankan; bintang laut yang tak terhitung banyaknya tersapu ke pantai sepanjang malam karena gelombang pasang. Mereka masih bergerak, masih hidup, merangkak, mendekat satu dengan yang lain, berusaha kembali ke laut. Ia tahu tidak lama lagi matahari musim panas akan membakar makhluk malang yang terjebak di pasir ini. Ia berharap bisa melakukan sesuatu, tetapi sejauh mata memandang ada ribuan bintang laut. Tidak ada jalan baginya mengurangi jumlah mereka untuk menyelamatkan mereka.

Ia pun meneruskan perjalanannya. Ketika berjalan lebih jauh di pantai, ia bertemu seorang anak kecil yang sedang membungkuk, mengambil bintang laut itu dan melemparkannya seperti Frisbee ke laut. Ia mengulang proses ini berkali-kali, melakukannya dengan cepat, dan jelas berusaha untuk menyelamatkan bintang laut itu sebanyak mungkin.

Ketika orang itu menyadari apa yang sedang dilakukan anak kecil itu, ia merasa bertanggung jawab untuk membantunya dengan memberitahu pelajaran kehidupan yang keras. Ia berjalan mendekati anak itu dan berkata, “Nak, izinkan saya memberitahu kamu. Apa yang kamu lakukan ini sungguh mulia, tetapi kamu tidak bisa menyelamatkan semua bintang laut itu. Jumlahnya ribuan. Matahari akan segera naik, dan mereka semua akan mati. Kamu lebih baik melakukan yang kamu suka dan bermain. Kamu sungguh-sungguh tidak bisa membuat perbedaan di sini.

Anak kecil itu tidak berkata apa-apa mulanya; ia hanya memandang pengusaha itu. Kemudian ia membungkuk dan mengambil bintang laut lainnya, dan melemparkannya ke laut sejauh mungkin, dan berkata, “Ya, saya membuat semua perbedaan yang diperlukan untuk satu bintang laut ini.”

Anak kecil ini tidak mengizinkan besarnya masalah menghalanginya untuk melakukan sesuatu yang bisa ia lakukan: menyelamatkan satu bintang laut setiap kali.

___

Lagi-lagi menuliskan tema yang sama, yang kuulang-ulang dalam beberapa tulisan. Realita yang terjadi sekarang ini, kita juga sering menghadapi hal yang sama dengan yang dihadapi sang anak. Masalah ada di depan mata. Kita sering bertanya, apa yang bisa kulakukan? Aku cuma seseorang yang berada di tengah penduduk dunia, hanya setitik jarum di muka bumi ini. Begitu banyak masalah, dan apa yang bisa kulakukan. Tidak mungkin mengubah itu semua. Dunia ini, bangsa ini, masyarakat ini sudah terlalu sulit untuk diubah. Mati konyol kalau melakukan sesuatu. Lebih baik menjalani kehidupanku sendiri. Mungkin itu pemikiran aku, kau, mereka, kita semua. Tapi, apakah memang hanya itu yang bisa kita lakukan?

Ketika dunia begitu jahat sekarang ini, apakah itu membuat kita akhirnya hanya bersembunyi di kursi-kursi gereja, ataupun di kolong-kolong tempat persekutuan, tidak melakukan apa-apa dan hanya menunggu kedatangan-Nya saja? Apakah ketika kelihatannya perubahan itu sulit dilaksanakan, kebaikan itu sulit untuk dilakukan, membuat kita memiliki untuk tidak melakukan apa-apa? Lalu dimana letak peran kita, tanggung jawab kita, tujuan kita ada di dunia ini. Lalu apa maksud kutipan ini, “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” kalau akhirnya kita tidak berani untuk melakukannya.

Helen Keller merangkumnya dengan baik: “Saya hanya seorang, tetapi saya masih berarti. Saya tidak bisa melakukan segala sesuatu, tetapi saya masih bisa melakukan sesuatu, dan karena saya tidak dapat melakukan segala sesuatu, saya tidak akan menolak untuk melakukan sesuatu yang bisa saya lakukan.” (dikutip dari buku One Month to Live)

Yang manakah kita? Apakah seperti seorang pengusaha yang memilih untuk membiarkan kondisi yang ada karena besarnya masalah tersebut, ataukah seperti sang anak kecil yang mau keluar dari zona nyamannya, dan melakukan sesuatu, sekecil apapun itu. Yang manakah kita? Aku juga masih sering terjerembab di pertanyaan ini.

Mengutip tulisan dari catatan seorang kawan, “Semoga ini hanya diriku saja, karena jika tidak betapa malangnya bangsa ini. Semoga juga aku bisa beranjak dari mengutuki diri ke tahap mengubah diri dan tak lagi malu pada apa yang seharusnya aku katakan ke orang lain tentang siapa diriku sebenarnya. Bahwa aku bukanlah seorang pengecut yang memuji Tuhan dan seorang manja yang mengeluh pada Ibu Pertiwi.” (diubah seperlunya tanpa menghilangkan makna yang dikandung)


Karena bagaimanapun, lebih baik menyalakan sebatang lilin, dan menstimulus nyalanya lilin-lilin lain, daripada meneriaki kegelapan itu. Karena memang itu tujuan adanya terang dan garam itu. Karena memang itu pasti tujuan masing-masing kita ditetapkan ada.

Menuju Tarbantin yang Seutuhnya

ternyata kegelisahan itu tidak sendiri,
akhirnya dia menemukan kompatriotnya,

saatnya mencari jawaban,
sebelum tiba akhir dari masa,
yang sudah semakin mendekat,

harapan revolusi itu ada, bukan evolusi,
dan itu harus dimulai sekarang,
ketika waktu itu masih tersisa,
dan ketika kegelisahan itu sudah menyatu,
siap menghentakkan langkah,
menuju tarbantin yang seutuhnya,

(Sunken Court, 10 Maret 2011)